Melayani ala Hideyoshi
Melayani adalah ungkapan yang sangat indah sekaligus paling penting di tempat kerja. Berbagai perusahaan menggunakan kata-kata pelayanan untuk memikat para pelanggannya.
Sebuah bank terkemuka, misalnya, menuliskan slogannya “Melayani dengan hati.” Seakan ingin melakukan diferensiasi sekaligus menegaskan intensitas
komitmennya yang lebih tinggi sebuah bank terkemuka lainnya menuliskannya dengan lebih tegas lagi, “Melayani dengan sepenuh hati”
Melayani memang sebuah hukum alam yang terpenting dalam bisnis. Hanya mereka yang melayanilah yang akan memenangi persaingan. Mereka yang mengabaikan hukum ini akan tergusur, bahkan tidak punya hak untuk hidup.
Pelayanan memang merupakan sebuah hukum bisnis, sebuah cara Tuhan ikut campur dalam kehidupan kita dengan cara menyingkirkan siapa yang baik dan tidak baik, siapa yang profesional dan tidak profesional.
Dalam banyak kesempatan saya sering ditanya bagaimana cara melayani dengan sepenuh hati ini. Ada sebuah contoh inspiratif yang ingin saya bagikan di
sini mengenai seorang manusia luar biasa yang telah menerapkan prinsip ini sepanjang hidupnya.
Dia bernama Toyotomi Hideyoshi, seorang pemimpin legendaris Jepang abad ke-16 yang telah menyatukan Jepang dan mengakhiri era perang saudara. Sampai hari ini, lebih dari 400 tahun setelah kematiannya, semua anak sekolah di Jepang mengenal namanya, sementara tak terhitung jumlah biografi, novel, drama dan film – bahkan video game – menceritakan kembali kisahnya atau menampilkan karakternya.
Sepenuh hati
Jangan membayangkan bahwa Hideyoshi adalah seorang samurai yang hebat serta keturunan para bangsawan. Dia sama sekali jauh dari kehidupan semacam itu.
Dia lahir dari keluarga miskin, tinggi badannya 150 cm, berat 50 kg, bertubuh bungkuk, tidak atletis, tidak berpendidikan, serta berwajah merah
dan keriput sehingga dia dijuluki “Monyet” seumur hidupnya.
Namun, Hideyoshi memiliki kemauan sekeras baja, otak setajam silet, semangat yang tak kunjung padam, dan wawasan yang mendalam tentang manusia. Inilah yang membuat dia yang tidak memiliki kemampuan bela diri tersebut berhasil mengungguli para pesaingnya yang berdarah biru untuk kemudian menjadi penguasa seluruh Jepang.
Di mana letak rahasianya? Setelah mempelajari sejarah hidupnya dalam *The Swordless Samurai* yang ditulis *Kitami Masao*, saya berani menyimpulkan
bahwa kunci sukses Hideyoshi dapat disimpulkan dengan satu kalimat kunci: Melayani Dengan Sepenuh Hati.
Ada banyak hal yang bisa kita teladani darinya, tetapi satu hal terpenting adalah pengabdian. dia mengatakan, “Orang-orang berdedikasi padaku karena
aku juga mendedikasikan diri kepada mereka.” Dedikasi dan pengabdian adalah kata-kata yang sederhana, bahkan terdengar terlalu sederhana, padahal inilah kunci terpenting dalam memelihara loyalitas pelanggan.
Ada banyak cerita yang dapat menunjukkan betapa setianya Hideyoshi- yang memulai kariernya sebagai pembawa sandal-kepada atasannya, Lord Nabunaga, yang selalu memanggilnya dengan sebutan “Monyet”.
Para pembaca yang budiman, dapatkah Anda membayangkan bahwa pada suatu musim dingin yang membeku, Hideyoshi menunggu Lord Nabunaga di luar rumah kayu tempatnya mengadakan rapat sambil memegangi sandalnya?
Hideyoshi merasa sangat kedinginan tetapi dia tidak ingin sandal atasannya menjadi dingin. Karena itu dia mendekap erat sandal tersebut di dadanya
untuk menghangatkannya. Lord Nabunaga sendiri begitu terharu menyaksikan pengorbanan yang luar biasa dari bawahannya ini.
Dapatkah juga Anda membayangkan bagaimana Hideyoshi “memilih” caranya untuk hidup? Dia tahu persis bahwa atasannya senantiasa beraktivitas sepanjang waktu. Karena itu dia memilih kamar yang terdekat dengan pintu masuk kastil.
Tempat tidurnya terbuat dari tumpukan jerami yang tersebar di lantai tanah, tetapi dengan beristirahat di sana dia bisa terus memantau dan menangkap
pergerakan Lord Nabunaga serta merespon keinginannya secara sangat cepat meskipun dia tidak pernah merasakan tidur yang nyenyak sepanjang malam!
Dengan cara seperti ini Hideyoshi bukan hanya melayani melainkan juga dapat mengantisipasi segala pernak-pernik kebutuhan atasannya dengan sepenuh hati.
Ketika suatu pagi terjadi kebakaran di kastil dia telah terbangun jauh sebelum tanda bahaya diserukan dan secepat mungkin mempersiapkan kuda untuk
atasannya. Maka tatkala sang atasan bergegas akan menyelamatkan diri, dia muncul dengan kudanya yang sudah berpelana dan bisa langsung ditunggangi atasannya.
Bahkan ketika suatu ketika Lord Nabunaga berkemah dalam suatu situasi yang penuh dengan kepungan kabut, setiap malam dia mendengar suara orang yang berkeliling di area perkemahan setiap malam sambil berteriak, “Tetap waspada!”
Saking penasarannya Nobunaga kemudian mencari identitas si penjaga malam dan terhenyak serta begitu terkesan begitu tahu bahwa orang itu tidak lain tidak bukan adalah anak buahnya yang setia: Hideyoshi.
Yang menarik, walaupun orang-orang di sekitarnya sering menganggap remeh pekerjaannya, Hideyoshi melakukannya dengan sepenuh hati dan jiwa. Dia senantiasa berpendapat bahwa tidak ada pekerjaan yang remeh. Bukankah pekerjaan sekecil apa pun adalah mulia bila dilakukan untuk melayani orang lain?
Pembaca yang budiman, inilah sebuah contoh yang luar biasa mengenai melayani dengan sepenuh hati. Lantas bagaimana penerapannya dalam dunia bisnis saat ini? Kita akan membahasnya dalam kesempatan yang akan datang.
Originally posted 2011-07-25 18:10:41.