Mewaspadai Teknologi Kloning
Lagi seekor kuda hasil kloning dilahirkan. Jalan menuju pengkloningan manusia semakin lapang. Awas, makhluk asing akan memanfaatkannya!
Belum lama ini, seekor anak kuda hasil kloning yang bernama Prometea telah dilahirkan di Loboratorium Teknologi Reproduksi di Cremona, Italia. Kuda hasil kloning yang sudah berusia dua bulan dan tampak sehat itu dipublikasikan di London, 6 Agustus lalu. Dengan berhasilnya kloning kuda tersebut, teknologi di bidang rekayasa genetik semakin mantap, pengkloningan manusia pun dianggap keniscayaan.
Harus diakui, perkembangan teknologi kloning sangat pesat. Banyak orang menganggapnya sebagai suatu terobosan penting bagi sejarah umat manusia di bidang teknologi. Sejak dimulainya kloning katak tutul pada 1952 oleh Robert William Briggs dan Thomas J. King dari AS, hingga kloning domba Dolly oleh pakar rekayasa gentika Skotlandia, Ian Wilmut pada 1996, terus berlanjut kloning binatang lain.
Dengan dalih membantu pasangan tidak subur untuk mendapatkan keturunan, bahkan saat ini sedang dilakukan kloning manusia. Baik secara terang-terangan maupun diam-diam, ahli rekayasa genetika di beberapa negara sudah melakukan percobaan itu. Ilmuwan yang terang-terangan sedang mengkloning manusia, antara lain Dr. Severino Antinori, pakar rekayasa genetika dari Italia. Ia menargetkan tahun 2003 ini, sudah harus menciptakan manusia kloning. Perusahaan Clonaid yang beroperasi di Amerika Serikat tahun lalu malah mengumumkan melayani jasa pengkloningan manusia.
Terakhir, perusahaan bioteknologi Advanced Cell Technology (ACT) Inc. dari Worcester, Massachusetts, mengumumkan keberhasilannya melakukan kloning terapeutik. Kloning ini bisa menghentikan proses pada tahap embrio untuk diambil sel stem alias sel tunas untuk mengganti jaringan organ tubuh yang sakit. Teknik ini, menurut Wakil Presiden ACT Dr. Robert Lanza, dapat digunakan untuk pengobatan pelbagai penyakit yang mengancam kehidupan, seperti diabetes, stroke, kanker, AIDS serta penyakit parkinson dan alzheimer, dengan mengarahkan perkembangan sel tunas menjadi sel tertentu untuk menggantikan jaringan tubuh yang terserang penyakit.
Dikecam dan Lemah
Kloning terhadap manusia telah menimbulkan kontroversi sejak dua tahun lalu hingga sekarang. Pemimpin agama dan negara menyatakan kecamannya terhadap rencana sebuah perusahaan yang melayani jasa kloning manusia, dan mengklaim telah mengklon manusia. Pemuka agama Kristen, Yahudi dan Islam semuanya mengutuk klaim yang diumumkan perusahaan Clonaid, Amerika itu. Vatikan mengatakan klaim itu tidak mengandung “pertimbangan etika dan kemanusiaan” sedikit pun. Sementara kepala Rabbi Israel mengatakan kloning tidak alami dan melanggar semua masalah yang menjadi hak Tuhan. Ulama Muslim di Timur Tengah juga mengutuk.
Sejumlah pemimpin negara seperti Inggris, Perancis, Jerman dan Amerika juga mengecam rencana kloning manusia. Perancis dan Jerman menyerukan kepada PBB agar melarang kloning manusia dalam suatu perjanjian internasional. Juru bicara Gedung Putih dua tahun lalu mengatakan bahwa presiden AS menentang adanya manusia kloning. Dia berpendapat, masalah moral dan etika yang ditimbulkan oleh manusia kloning adalah sangat mendalam, sekalipun tujuan penelitian tak lain demi riset ilmiah. Upaya itu akan membawa risiko pada ibu maupun generasi selanjutnya. Sebuah tim yang terdiri para dokter, sarjana, dan pakar etika AS juga mengusulkan pelarangan kloning manusia, hanya saja mereka meminta kloning sel tunas (stem cell) manusia untuk tujuan pengobatan tidak dilarang.
Di luar itu, makhluk hasil kloning memang banyak kelemahannya. Pakar rekayasa genetika hampir sepakat bahwa bayi hasil klon kesehatannya rentan. Perintis kloning mamalia besar, Dr. Ian Wilmut mengakui, domba hasil kloning yang diberi nama Dolly yang mati belum lama ini, ternyata menderita penyakit persendian. Lebih jauh diakui, untuk menciptakan seekor domba klon yang relatif sehat, diperlukan puluhan bahkan ratusan percobaan. Juga belum diketahui, apakah bayi hasil kloning akan berumur panjang ataukah sebanding dengan umur sel induknya. Intinya proses kloning merupakan rangkaian eksperimen yang rumit dan memerlukan faktor keberuntungan.
Kecemasan Terpendam
Memang, kalau ditinjau dari aspek intelektual atau ilmu pengetahuan, maka umat manusia sungguh mempunyai kemajuan yang pesat, tapi di dalam proses kemajuan ini, apakah ada tersimpan kecemasan yang tidak diketahui orang? Jawabannya, pasti! Dampak langsung teknik kloning itu justru adalah pukulan terhadap moral dan etika yang bertalian langsung dengan hakikat manusia itu sendiri.
Ditinjau dari aspek perkembangan umat manusia, maka peradaban yang jaya, faktor utamanya pada kesejahteraan sosial, justru sering bertalian erat dengan standar moral pada umat manusia, namun masalah etika lebih merupakan mata rantai yang tidak boleh lebih rendah dari moral itu. Bukankah cendekiawan Konfusius pernah mengatakan bahwa manusia itu pasti ada bedanya, kalau dia itu raja adalah raja, menteri adalah menteri, ayah adalah ayah, serta anak adalah anak. Begitu muncul manusia kloning, apa jadinya hubungan antara yang dikloning dengan yang mengkloning? Berasal dari satu orang yang sama, sang “ayah” sekaligus berpredikat sebagai “anak”. Jadi pasal “ayah tidak anak pun bukan” segera menjadi kenyataan, dan secara otomatis urutan susunan manusia telah menjadi buyar.
Makna keberadaan umat manusia, tidak bisa disamakan dengan benda organik atau benda nonorganik lainnya. Satu hal yang utama, manusia harus memiliki kesadaran moral serta etika sosial. Jikalau hanya diukur dari konsep eksistensi materi secara umum pada manusia, maka manusia bisa saja di-“fotokopi” atau di-“reproduksi” seenaknya seperti benda lainnya, jadi secara tidak sengaja akan merusak tatanan manusia. Orang kuno berkata: “Budi pekerti yang baik, menunjukkan kehidupan yang mapan, makna penting perbaikan status (kehidupan yang mapan), diletakkan pada urutan setelah (budi pekerti yang baik) yang juga merupakan tingkah laku moral manusia.
Perkembangan manusia dan masa depannya, bukan ditentukan oleh majunya peradaban materi, melainkan oleh kestabilan sosial yang diperoleh dari kelanggengan moral umat manusia, barulah menganugerahkan makna terhadap perkembangan peradaban materi itu sendiri. Kalau tidak, dalam dunia yang penuh gejolak serta tak beretika ini, apalah artinya suatu ilmu pengetahuan? Itu hanya mempercepat pemusnahan terhadap peradaban umat manusia. Belajarlah dari sejarah kemusnahan manusia. Banyak sekali peninggalan peradaban prasejarah yang tergali telah membuktikan semua ini.
Rencana Besar Makhluk Asing
Dua tahun lalu, diam-diam sebuah sekte di Quebec, Kanada telah mengumumkan hendak mengkloning manusia. Raelian, nama sekte yang konon didanai oleh seorang pembalap dan mantan penulis olahraga yang menyebut dirinya Rael ini, masih belum jelas apakah sempalan dari agama tertentu atau tidak. Mereka meyakini bahwa manusia pertama hasil kloning sudah ada yakni manusia yang dikloning makhluk asing.
Awal ceritanya, si Rael ini mengaku pernah dikunjungi makhluk ruang angkasa dari ras Eloim pada 1973. Dari makhluk inilah, Rael mendapat informasi bahwa manusia pertama hasil kloning adalah makhluk ruang angkasa. Selama ribuan tahun, makhluk asing tersebut mengaku tetap menjalin kontak dengan manusia bumi. Dilakukan melalui para perantara, seperti Musa, Buddha, Yesus dan Muhammad.
“Kami yakin bahwa kami adalah keturunan makhluk ruang angkasa hasil kloning itu dan memiliki ilmu pengetahuan sangat maju,” ujar Dr. Brigitte Boisselier, Direktur Ilmu Pengetahuan Clonaid. Clonaid, adalah perusahaan yang dibangun Raelian guna menjual layanan kloning manusia. Clonaid didanai pasangan kaya yang anak perempuannya meninggal dalam kecelakaan pada usia 10 tahun. Menurut Boisselier layanan kloning ini beroperasi di Amerika Serikat. Namun ia tidak menyebut alamat secara jelas, takut-takut mendapat reaksi keras dari pihak yang tidak menyukai keberadaan mereka.
Sejauh ini, para ilmuwan sendiri meragukan kemampuan sekte Raelian untuk melakukan
kloning. Namun dengan luasnya publikasi ilmiah dan keberhasilan kloning pada kambing, sapi dan kuda maka tidak menutup kemungkinan upaya itu bukan sekadar omong kosong. “Dengan sumber yang cukup, Anda dapat melakukan kloning manusia dengan mudah,” ujar Dr. George Siedel, pakar kloning dari Colorado State University.
Masalahnya memang bukan terletak pada apakah seorang ilmuwan dapat atau tidak dapat melakukan kloning, tapi lebih pada masalah etis. Jika kelompok Raelian atau kelompok lain berhasil melakukan kloning, maka imbasnya akan terasa pada besarnya angka keguguran, munculnya cacat bawaan, ancaman nyawa terhadap ibu angkat yang menyewakan rahimnya dan sebagainya. Bahkan ada suatu komunitas meyakni bahwa kloning manusia adalah akal-akalan makhluk asing (UFO) untuk bisa menguasai tubuh manusia, sehingga mereka bisa kembali berdiam di bumi ini.
(Dari berbagai sumber)
Originally posted 2012-09-09 04:27:39.