Satu Kalimat Yang Menyelamatkan
Kebetulan saya harus menuju pedalaman, harus melintasi daerah pegunungan dan juga melampaui dasar lembah. Suatu perjalanan yang pasti melelahkan dan memakan waktu. Di stasiun aku menunggu bus ke tempat tujuanku. Tak banyak penumpang saat itu. Bus yang dinantikan tiba dan kami bergegas menaiki tangga bus tersebut. Namun baru saja saya aku menempati tempat dudukku, terdengar suara lengking sang sopir memuntahkan kekecewaannya dan kemarahan yang bercokol dalam hatinya. “Huh…sakit gigi seperti hendak mati…!!! Minta izin untuk istirahat hari ini juga tak diberikan. Dasar manusia tak punya hati…!!‚ Demikian sang sopir berkeluh kesah langsung menghidupkan mesin kendaraan dan mulailah bus tersebut merayapi jalan raya.
Kata-katanya itu menjadikan situasi dalam bus itu menjadi begitu muram. Tak ada seorangpun berani membuka mulut karena takut mengundang kemarahan lanjt sang sopir. Masing-masing sengaja membuang muka memandang pemandangan lewat kaca jendela, walau dalam hati ada sejuta rasa takut. Dan karena sang sopir diliputi emosi yang tak terkendali, maka bus yang dikemudinya meluncur dengan kecepatan yang amat tinggi. Sebentar membanting ke kiri, sebentar membanting ke kanan. Terkadang bus tersebut meloncat tinggi. Kini bus memasuki daerah pegunungan. Jalanan sungguh amat berbahaya dengan pembelokan-pembelokan yang tajam. Namun sang sopir tetap saja dengan kecepatannya yang tinggi. Para penumpang hanya bisa memegang kuat tempat duduk dan menjaga agar kepala tak terbentur dinding bus. Sang sopir seakan tak mempedulikan bahwa dalam bus tersebut ada beberapa jiwa yang sedang ketakutan.
Tiba-tiba seorang ibu tua menekan bel dan ingin turun. Bus berhenti. Sang ibu dengan tertatih menuruni tangga bus tersebut. Namun di dekat pintu, ia masih bersabar sebentar dan melihat sang sopir, lalu berkata; “Pak Sopir…, terima kasih banyak. Sungguh tak mudah, walaupun sakit gigi namun demi sebuah pelayanan engkau berani berkorban. Terima kasih berlimpah.‚ Kelihatan jelas bahwa sang sopir sungguh merasa malu. Mengapa tidak?? Sepanjang perjalanan ia menjadikan mereka sebagai barang tak bernyawa, namun kini sang nenek itu justru membalasnya dengan sikap berterima kasih.
Setelah peristiwa itu, sang sopir mulai berubah sikap. Ia tidak lagi mengemudi bis tersebut dengan kecepatan yang tinggi. Ia mulai memperhatikan para penumpang dalam bus tersebut. Ketika ada penumpang yang hendak turun, ia mulai menasihatkan agar berhati-hati karena ada mobil yang datang dari belakang. Pokonya sikapnya kini berubah seratus delapan puluh derajat. Tentu saja para penumpang kini menjadi lega. Sebelumnya semua pada ketakutan karena nampak sekali beberapa kali hampir saja terjadi kecelakaan. Apa lagi hujan rintik yang membuat jalanan licin. Kalau terus seperti itu, mungkin kecelakaan bisa saja terjadi. Syukur kepada Allah.
Namun dalam hati setiap penumpang hanya ada satu orang yang harus disyukuri. Yakni sang nenek tersebut. Kata-kata sang neneklah yang telah mengubah sang sopir. Kata-kata sang nenek bagaikan seorang Mesias yang menyelamatkan, Mesia yang membawa kedamaian ke dalam hati para penumpang bis tersebut. Ya…ternyata hanya dengan satu kalimat kita bisa mengubah sebuah sejarah. Apakah kata-kataku juga bagaikan Mesias yang sedang diharapkan orang lain? Ataukah kata-kataku bagaikan racun yang mematikan walau belum kuucapkan?? Semoga dari mulutku keluar kata yang menguatkan, kata yang menghidupkan, kata yang memberikan semangat hidup baru. Amin!!
Originally posted 2013-04-13 00:06:26.
kelembutan dan kasih sayang yang tulus akan mengalahkan segala kemarahan/emosi,(yin & yang..?..)
Puji Tuhan…. Kasih dan Berkat Tuhan menyertai kita semua…..