Sekawanan Angsa Dan badai Salju
Ada seorang pria yang tidak percaya Tuhan, bahkan ia ragu mengenai keberadaan Tuhan. Ia dan keluarganya tinggal di suatu daerah pertanian. Istrinya adalah orang yang percaya kepada Tuhan dan mendidik anak-anaknya dengan ajaran agama. Kadang-kadang pria itu mengejek keyakinan istrinya dan terus-menerus meyakinkan istrinya bahwa Tuhan itu tidak ada.
“Itu omong kosong! Kenapa Tuhan merendahkan diri-Nya sendiri dan menjadi manusia seperti kita? Itu adalah cerita yang paling menggelikan..” kata pria itu.
Pada suatu hari di musim salju, istri dan anak-anaknya pergi ke gereja dan meninggalkan pria itu di rumah sendirian. Setelah mereka pergi, tiba-tiba angin bertambah kencang dan salju mulai turun di tengah-tengah badai. Pria itu duduk untuk bersantai di depan api unggun.
Kemudian, ia mendengar suatu bunyi yang sangat keras. Sesuatu telah menghantam jendela rumahnya. Dan, muncul lagi bunyi hantaman tersebut.
Ia melihat dari jendela untuk mengetahui apa yang terjadi, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa. Lalu ia nekad keluar untuk melihat lebih jelas. Di lahan dekat rumahnya, ia melihat suatu kejanggalan, yaitu sekawanan angsa.
Angsa-angsa tersebut tampaknya hendak terbang untuk mencari daerah yang lebih hangat di selatan, tetapi mereka terjebak di badai salju ini. Badai salju tersebut telah menutupi penglihatan mereka untuk terbang ke selatan.
Mereka terjebak di tanah pertanian pria itu, tanpa makanan dan tempat bernaung, tidak bisa melakukan apa-apa, hanya menggeleparkan sayap mereka dan terbang pendek tanpa arah. Pria itu merasa kasihan melihat sekawanan angsa tersebut dan ingin membantu mereka. Ia berpikir, gudang di tanah pertaniannya mungkin bisa menjadi tempat yang baik bagi sekawanan angsa itu untuk tinggal. Tempat itu hangat dan aman, tentunya mereka dapat tinggal di situ semalam sambil menunggu badai salju berhenti. Maka, ia membuka pintu gudang tersebut bagi sekawanan angsa tersebut.
Ia menunggu, mengamati mereka, berharap mereka memperhatikan pintu gudang yang terbuka itu dan masuk ke dalam. Akan tetapi, sekawanan angsa tersebut tidak menyadarinya. Kemudian, ia berjalan menuju mereka untuk mendapatkan perhatian mereka, tetapi mereka malah menghindar darinya karena ketakutan.
Ia masuk ke rumah dan keluar dengan membawa beberapa potong roti, memecahkan roti itu, dan menjatuhkan roti itu untuk membuat jejak ke gudang bagi sekawanan angsa tersebut. Tetapi angsa-angsa tersebut tidak mengerti apa yang dilakukannya.
Pria itu mulai frustasi, maka ia mulai mencoba mengusir sekawanan angsa itu ke arah gudang. Angsa-angsa tersebut panik dan berkeliaran ke segala arah kecuali ke arah gudang itu. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menunjukkan angsa-angsa tersebut ke arah yang benar di mana mereka bisa tinggal dengan aman, hangat dan terlindungi.
Akhirnya, pria itu benar-benar frustasi, ia berseru, “Kenapa mereka tidak mengikutiku? Apakah mereka tahu, bahwa gudang itu adalah satu-satunya tempat di mana mereka bisa selamat dari badai salju? Bagaimana bisa aku mengajak mereka ke suatu tempat untuk menyelamatkan mereka?”
Ia berpikir sejenak dan menyadari bahwa angsa-angsa tersebut tidak ingin mengikuti manusia. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Bagaimana aku bisa menyelamatkan mereka? Satu-satunya cara yang mungkin adalah menjadi salah satu dari mereka. Jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka, maka aku pasti bisa menyelamatkan mereka. Mereka akan mengikutiku dan aku akan mengajak mereka ke arah keselamatan.”
Saat itu, ia diam dan memikirkan apa yang telah dikatakannya.
Kata-kata yang diucapkannya itu mengiang di pikirannya : Jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka, maka aku pasti bisa menyelamatkan mereka. Akhirnya, ia mengerti apa kasih Tuhan terhadap manusia dengan menjadi salah satu dari manusia untuk menyelamatkan manusia dan ia berlutut di atas salju untuk dan menyesali perbuatannya.
Originally posted 2012-05-23 08:40:02.