Setelah Kematian
Kemana orang akan pergi kalau sudah mati? Ini pertanyaan yang sering ditanyakan. Jawabannya juga sudah banyak diberikan, di mana orang Kristen pada dasarnya mempunyai jawaban: ke Surga atau ke Neraka.
Jawaban serupa juga dimiliki oleh orang muslim, juga orang dari berbagai aliran kepercayaan yang berasal dari Barat. Kalau orang dari Timur biasanya mempunyai jawaban yang berbeda, yang berdasarkan kepercayaan pada inkarnasi dan karma: orang yang mati akan lahir kembali sesuai dengan karmanya. Selain itu ada juga kaum naturalis yang mengatakan bahwa tidak ada apa-apa setelah kematian. Kalau sudah mati, ya sudah.
Jadi kita lihat, ada banyak pandangan tentang kematian. Mana yang benar?
Siapa yang bisa menjawabnya?
Di dalam sejarah manusia, hanya ada sedikit individu yang sudah mengalami kematian kemudian bangkit kembali. Mereka ini benar-benar sudah mati; bukan hanya satu atau dua jam, melainkan berhari-hari, tetapi oleh kuasa TUHAN mereka bangkit dan hidup kembali.
Contohnya seperti anak muda di Nain, atau Lazarus, dan tentu saja, Tuhan Yesus yang sudah bangkit dari kematian. Selain mereka, ada juga beberapa orang yang sempat mengalami keadaan mendekati kematian — benar-benar mati untuk sesaat, tetapi kemudian bangkit kembali karena pertolongan medis.
Dari semua pengalaman itu, tidak ada catatan tentang pengalaman di dunia orang mati. Yang ada hanya kumpulan catatan pengalaman mereka yang sempat mendekati ajal, menjadi kumpulan tentang pengalaman yang kurang lebih seragam: lepas melayang dari tubuh, melihat lorong gelap dengan sinar di ujungnya, dan sebagainya. Sedemikian menariknya, sehingga orang secara khusus mengumpulkan dan membukukan pengalaman mereka yang mendekati ajal.
Tetapi semua catatan itu tidak menjawab dengan pasti tentang kemana orang akan pergi kalau sudah mati. Maka ada banyak perkiraan dan asumsi, yang didukung oleh berbagai fenomena mistik yang berkembang dalam masyarakat. Orang dengan antusias memperhatikan dan menonton berbagai laporan dunia gaib, tentang roh-roh orang mati yang bergentayangan dan mengganggu orang yang hidup. Semua disiarkan oleh televisi dengan rating yang tinggi, sehingga setiap saluran seperti berlomba-lomba menjual sensasi dunia gaib.
Menarik, tetapi malah membingungkan. Kalau ada roh orang mati di sana sini, apakah orang mati sebenarnya tidak pergi ke mana-mana?
Siapa yang tahu pasti tentang apa yang terjadi setelah kematian, selain dari TUHAN sendiri yang menciptakan segala sesuatu? TUHAN sudah memberikan beberapa petunjuk dan Firman tentang hidup setelah kematian, yang dapat memberi gambaran untuk kita sekalian. Marilah kita membaca dan memperhatikan Firman Tuhan berikut ini:
Yoh 14:2-3 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.
Di sini kita menemukan petunjuk pertama: kehidupan setelah kematian akan berada pada suatu TEMPAT. Tempat tinggal ini adalah tempat yang khusus, karena di sana ada rumah Bapa. Artinya: ada Bapa di rumah itu, sebagaimana juga Yesus Anak-Nya berada. Ada yang bertanya, apakah maksud Tuhan Yesus menyebut tempat ini adalah untuk menjelaskan masa yang akan datang, di saat Tuhan datang kembali? Kita dapat membaca apa jawaban Tuhan Yesus kepada bekas penjahat yang disalib bersama-Nya:
Luk 23:43 Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Perhatikan dua bagian dalam ayat ini: HARI INI JUGA dan ADA. Tuhan Yesus jelas menunjukkan saat yang segera, langsung, hari ini juga, bukan suatu masa yang jauh yang akan datang. Dan Tuhan Yesus menunjuk kepada tempat, berada di suatu tempat yang disebut Firdaus. Firdaus secara harafiah berarti ‘taman yang istimewa’, yang dipahami sebagai tempat yang penuh kebahagiaan dan tanpa penderitaan (setidaknya, sesuai dengan gambaran manusia tentang arti kata ‘nyaman’). Secara keseluruhan, kita dapat menyimpulkan bahwa sesudah mati orang akan pergi ke suatu tempat. Jadi bukan berinkarnasi, juga bukan gentayangan saja di jalanan. Dan pasti, masih ada sesuatu setelah kematian; orang tidak mati lalu sudah selesai.
Dari kedua bagian Alkitab di atas, ada satu hal yang mungkin jarang diperhatikan orang, tetapi saya kira penting sekali. Perhatikanlah, bahwa di sana jelas disebutkan bahwa Tuhan Yesus akan datang menjemput: “Aku akan datang kembali dan MEMBAWA kamu…”; “engkau akan ada bersama-sama DENGAN Aku…”
Tuhan Yesus membuat kehidupan anak-anak-Nya sebagai hal yang istimewa, karena Ia sendiri yang membawa mereka, termasuk ketika melewati lorong kematian. Ada peran aktif dari Tuhan Yesus di sini, yang membawa orang-orang milik-Nya ke rumah-Nya. Keberadaan kita di dalam Dia memastikan penyertaan-Nya tidak berkesudahan, termasuk melalui lorong kematian. Karena kita dijemput oleh Tuhan Yesus, maka kita pun akan dibawa-Nya ke rumah-Nya, pasti sampai dan tidak akan tersasar! Suatu penyertaan total sepanjang waktu, sesuai janji-Nya! Penyertaan inilah yang dipahami Daud ketika ia menyanyikan mazmur:
- Mazmur 23:4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan? Bagaimana mereka yang mati tanpa pernah mempercayai Tuhan Yesus? Ke mana mereka akan pergi?
Di sepanjang Perjanjian Lama, kita menemukan bahwa umat Tuhan yang meninggal akan beristirahat: - Ayub 3:13 Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat istirahat Dan 12:13 Tetapi engkau, pergilah sampai tiba akhir zaman, dan engkau akan beristirahat, dan akan bangkit untuk mendapat bagianmu pada kesudahan zaman. Mereka tidak beristirahat sendiri-sendiri, melainkan bersama-sama dengan kerabat dan leluhur mereka yang sudah lebih dahulu meninggal:
- Kej 25:7-8 Abraham mencapai umur seratus tujuh puluh lima tahun, lalu ia meninggal. Ia mati pada waktu telah putih rambutnya, tua dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.
- Kej 25:17 Umur Ismael ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.
- Kej 35:29 Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan dia.
- Kej 49:33 Setelah Yakub selesai berpesan kepada anak-anaknya, ditariknyalah kakinya ke atas tempat berbaring dan meninggallah ia, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.
- Bil 20:24 Harun akan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya, sebab ia tidak akan masuk ke negeri yang Kuberikan kepada orang Israel, karena kamu berdua telah mendurhaka kepada titah-Ku dekat mata air Meriba. Kata ‘dikumpulkan’ ini secara harafiah berarti dikuburkan bersama-sama dengan jasad para leluhur, tetapi makna yang lebih dalam lagi adalah bahwa roh mereka bersama-sama berkumpul dan beristirahat disuatu tempat yang terpisah. Itulah arti kumpulan, dimana kelompok orang hidup terpisah dari kelompok orang mati. Mereka masuk dalam suatu dunia yang tidak lagi dapat lagi berhubungan dengan dunia orang hidup, seperti yang digambarkan Ayub dan Yesaya:
- Ayub 7:9-10 Sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh tempat tinggalnya.
- Yes 26:14 Mereka sudah mati, tidak akan hidup pula, sudah menjadi arwah, tidak akan bangkit pula; sesungguhnya, Engkau telah menghukum dan memunahkan mereka, dan meniadakan segala ingatan kepada mereka.
Atau, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus tentang dunia orang mati:
Mat 11:23 Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.
Kapernaum tidak lagi diperhitungkan sebagai sebuah tempat yang besar, melainkan lenyap dari dunia ramai. Dunia orang mati adalah dunia yang terpisah dari bumi ini, tidak dapat dilihat lagi, bahkan mungkin tidak diingat lagi sama sekali. Demikianlah, orang mati tidak lagi berhubungan dengan orang hidup, KECUALI ada kuasa Tuhan yang bekerja menjembatani antara dua dunia ini. Hubungan antara dunia mati dengan dunia hidup adalah jalan yang hanya dimiliki oleh Tuhan, karena itu kebangkitan orang mati menjadi ciri khas akan adanya kuasa Tuhan. Tanpa kuasa-Nya, tidak mungkin ada kebangkitan tubuh, apalagi tubuh yang sudah mati lebih dari satu hari. Rekan-rekan dokter tentu bisa menjelaskan lebih tepat tentang jenazah manusia yang sudah berjam-jam mati; betapa mustahil bisa hidup kembali.
Tetapi jika demikian, apa yang disebut dengan arwah orang mati? Jika memang orang yang mati telah berpindah ke suatu tempat yang terpisah dari dunia orang hidup, lalu bagaimana menjelaskan tentang semua penampakan dan peristiwa gaib yang menunjukkan arwah orang yang sudah mati? Nampaknya mereka masih bisa berjalan-jalan, muncul di sana sini, bahkan memberikan permintaan-perimintaan pada orang yang masih hidup.
Bukankah hal ini menunjukkan bahwa orang mati masih berhubungan dengan orang hidup, seperti di film ‘Ghost’ yang terkenal di tahun 90-an?
Kita harus mengingat, bahwa di atas bumi ini ada penguasa roh, serta banyak roh jahat. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memberi kuasa kepada murid-murid-Nya untuk mengusir roh-roh itu dari kehidupan manusia:
Mat 10:1 Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan.
Ayat ini secara jelas menunjukkan keberadaan roh-roh itu, yang kita temukan di sepanjang perjalanan Tuhan Yesus. Kita tidak tahu darimana mulainya ada roh di muka bumi ini, tetapi kita tahu bahwa mereka bersekutu dengan iblis dan menjadi musuh manusia. Karena itulah rasul Petrus mengingatkan kita untuk senantiasa mengenakan perlengkapan senjata Allah, agar kita siap:
Ef 6:12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.
Roh-roh ini mengikuti kehidupan setiap manusia, seperti binatang buas yang siap menerkam. Mereka mengamat-amati kehidupan, dan tidak ada perbuatan yang tersembunyi dari penglihatan mereka — tak ada pintu yang tertutup yang tidak dapat mereka tembus. Kata rasul Petrus:
1 Pet 5:8 Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.
Roh-roh itu tahu apa saja tentang perilaku dan perkataan manusia. Maka dengan mudah, roh-roh jahat ini dapat menjadi siapa saja, dengan keahlian menyamar yang luar biasa. Tidak sukar untuk meniru suara dan wajah, tidak susah bagi mereka menampilkan sosok yang ‘baik’ dan ‘saleh’ dengan memberi nasehat-nasehat yang terdengar tepat dan benar. Mereka bahkan telah mengamati dan bisa menyamar menjadi malaikat terang:
2 Kor 11:14 Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang.
Kalau menjadi malaikat Terang saja bisa, iblis bisa menyamar menjadi sosok orang yang dahulu kita kasihi. Mungkin dia menyamar menjadi orang tua kita. Mungkin menjadi pasangan hidup kita. Mungkin menjadi anak-anak kita. Iblis datang dan menampilkan dirinya sebagaimana kita ingin lihat, ia berbisik dan menggoncangkan iman. Mereka membuat tipu muslihat yang meyakinkan, sukar sekali untuk menyadari bahwa diri kita telah ditipu.
Menurut Paulus, hanya dengan perlengkapan senjata Allah saja kita dapat bertahan melawan:
Ef 6:11 Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.
Kenakanlah, kalau tidak, ada bahaya untuk terjerat. Dan kalau sudah terjerat, kita merasa mengikuti ‘petunjuk’ dan ‘kemauan’ orang yang kita kasihi, padahal kita sedang mengikuti segala petunjuk iblis. Saat ini ada banyak sekali ‘penampakan’ di seluruh dunia dari orang-orang yang sudah meninggal, sehingga tak urung orang percaya bahwa mereka masih bisa berhubungan dengan orang yang sudah meninggal. Jika orang hanya mengandalkan pengamatan dan statistik saja, saat ini setiap tahun ada ribuan laporan tentang kunjungan orang yang sudah meninggal, lengkap dengan segala pesan dan permintaannya. Semua ini hanyalah usaha iblis untuk menipu manusia yang tidak percaya.
Jadi, sebenarnyalah manusia yang sudah mati telah terpisah. Mereka ada di suatu tempat. Pertanyaannya sekarang: DI MANA? Seperti di awal tulisan ini, orang Kristen mempunyai jawaban: ada di Surga atau ada di Neraka. Tetapi, jawaban ini masih belum jelas, karena konsep Surga dan Neraka bukanlah unik dalam kekristenan saja. Orang Yunani sejak dahulu sudah mempunyai konsep ini, demikian juga dengan orang mesopotamia kuno.
Orang memakai istilah Surga untuk mendefinisikan suatu tempat yang terbaik dalam pandangan mereka; tempat yang diidam-idamkan sebagai tempat yang memberikan kebahagiaan dan kesenangan hidup sepenuhnya.
Orang memakai istilah Neraka sebagai tempat yang amat mengerikan, yang paling tidak diinginkan.
Konsep tentang Surga dan Neraka juga bukan hal yang jelas, tidak sedikit orang keliru memaknai Surga dan Neraka. Misalnya saja, orang mengira bahwa kehidupan di Surga berarti bisa bersenang-senang selama-lamanya, menikmati berbagai-bagai kenikmatan tanpa batas, sepenuhnya memuaskan diri sendiri saja. Sebaliknya, berada di Neraka berarti disiksa dengan api dan berbagai macam siksaan yang mengerikan, terus menerus disiksa untuk selama-lamanya. Hal ini digambarkan melalui berbagai macam cara, mulai dari penuturan dongeng rakyat hingga efek-efek istimewa pada film layar perak. Akibatnya, banyak dari masyarakat — termasuk orang Kristen juga — yang kehilangan pengertian yang benar dan keliru memahami Surga dan Neraka.
Kalau begitu, bagaimana caranya agar kita mendapat pengertian yang benar?
Petunjuk pertama kita temukan dalam doa yang sangat sering kita panjatkan: Doa Bapa kami. “Bapa kami yang di Surga… jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di Surga.” Sorga adalah tempat kediaman Bapa, tempat tinggal Allah. Karena itu, ketika Tuhan Yesus menyebut tentang rumah Bapa seperti di bagian pendahuluan tulisan ini, Ia sebenarnya sedang menunjukkan Surga. Konsep ini bukan hal yang baru, bahkan sudah dinyatakan dalam kitab Ulangan:
Ul 26:15 Jenguklah dari tempat kediaman-Mu yang kudus, dari dalam sorga, dan berkatilah umat-Mu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan kepada kami, seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang kami–suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.”
Dengan keberadaan Allah di Surga, maka tidak mungkin manusia berlaku sesukanya. Surga jelas bukan tempat di mana manusia bisa bersenang-senang sepuasnya tanpa batas bagi dirinya sendiri saja.
Sebaliknya, orang Kristen bersukacita karena boleh berada bersama-sama dengan TUHAN, suatu hal yang sama sekali tidak terpikirkan oleh orang Yahudi. Bagi orang Yahudi, manusia tidak mungkin bisa berada bersama-sama dengan Tuhan. Dalam Perjanjian Lama pun kita tidak menemukan orang bisa masuk Surga, kecuali orang-orang tertentu yang mendapat perlakuan khusus dari Allah, seperti Henokh dan Elia — dan lihat, mereka ini sama sekali tidak mengalami kematian.
Hanya di dalam Kristus saja orang bisa berada bersama-sama dengan Allah Bapa. Keadaannya bisa dibayangkan seperti saat orang Israel berkumpul di kaki gunung Sinai, sementara puncak gunung itu berkilau oleh kemuliaan Allah. Tetapi kini tempatnya bukan di bumi, melainkan di Surga. Itulah gambarannya, sehingga penulis Surat Ibrani memperingatkan agar kita tidak berlaku bodoh seperti orang Israel yang menolak Allah. Ia menulis dalam suratnya:
Ibr 12:25 Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga?
Kalau kita masih membayangkan Surga sebagai tempat untuk memuaskan diri dengan kenikmatan, ada baiknya kita lihat lagi: itu BUKAN Surga. Surga adalah tempat Bapa, di mana kita berbahagia karena berada bersama-Nya.
Kehidupan kekal adalah selamanya hidup untuk memuliakan Dia, bukan memuaskan ego.
Dan bagaimana dengan Neraka? Konsep tentang Neraka mungkin sudah dibayangkan sebagai tempat yang penuh dengan siksaan, di mana orang dibakar dengan api. Masalahnya, apakah benar bahwa Allah yang Maha Pengasih tega untuk menyiksa orang dalam api sampai selama-lamanya?
Tetapi sebenarnya, tidak ada api di Neraka, karena Neraka adalah tempat yang gelap, seperti yang dikatakan rasul Petrus:
2 Pet 2:4 Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman
Kita tahu, bahwa api memancarkan cahaya — demikianlah kita bisa menyebut sesuatu sebagai ‘api’ bukan? Tetapi neraka adalah gua-gua yang gelap, tidak ada cahaya. Api neraka bukanlah api biasa yang dipakai untuk menyiksa tubuh, melainkan api kejahatan yang timbul dalam perbuatan, seperti yang dikatakan Yakobus:
Yak 3:6 Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.
Perhatikan kiasannya: api neraka menyalakan api pada lidah, sesuatu yang menodai seluruh tubuh dan membakar kehidupan. Jadi apa yang disebut neraka?
Yang pertama, neraka secara definitif adalah tempat di mana penghuninya yang sama sekali tidak mungkin berhubungan dengan Allah. Tidak ada sentuhan ilahi di Neraka, yang ada hanyalah kegelapan. Dalam keadaan tiada Allah, yang tertinggal hanyalan penderitaan, di mana orang selama-lamanya akan menderita karena terputus total dari Allah. Api neraka adalah kiasan dari keadaan yang senantiasa membakar dan menghanguskan, yang tiada henti-hentinya menimbulkan penderitaan.
Bisakah dibayangkan, orang menjalani waktu tanpa akhir dalam kejahatan, setiap saat harus menanggung kejahatan sehingga tak bisa lepas dari berbuat jahat pula? Orang yang berada di Neraka sepenuhnya adalah orang jahat, bahkan menjadi jahat karena ajaran agamanya. Tuhan Yesus menegur ahli Taurat dan orang Farisi demikian:
Mat 23:15 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.
Orang yang tidak mempercayai Tuhan akan masuk Neraka, di mana di situ adalah tempat yang cocok: memang tidak ada Tuhan di dalamnya. Tidak ada alasan untuk berbuat baik, tidak ada kekuatan atau kemampuan untuk berbuat baik. Itulah api neraka: kejahatan yang menyala-nyala tanpa akhir, menimbulkan penderitaan bagi semua penghuninya.
Yang kedua, bukan Allah yang menyiksa orang di Neraka. Sesungguhnya, Allah tidak ingin melihat orang masuk Neraka; Ia menginginkan semua orang bertobat. Tetapi ada saja orang yang tidak mau, dan mereka telah memutuskan bahwa hidupnya adalah hidup tanpa Tuhan. Maka neraka menjadi tempat yang sesuai — hanya saja di Neraka ketiadaan Tuhan adalah hal yang absolut. Tuhan sama sekali tidak ada di Neraka, sehingga kehidupan di dalamnya hanya berisi penderitaan belaka.
Jadi, penderitaan itu bukan diakibatkan oleh Allah, melainkan justru karena Allah sama sekali tidak ada di sana. Itulah neraka. Hanya Allah yang bisa memelihara kehidupan — Ia memberikan rahmat kepada orang jahat dan orang baik, sehingga orang masih bisa hidup tenteram. Ketika rahmat itu sudah tidak ada sama sekali, yang tersisa hanya penderitaan yang tidak ada habis-habisnya.
Ke manakah kita akan pergi kalau sudah mati? Semoga kita tidak menolak Dia yang berfirman dari Surga, karena tidak ada tempat yang lebih baik selain Rumah Bapa di Surga, di mana tempat kita telah disediakan-Nya.
Originally posted 2014-09-15 12:36:51.