Terapi Sentil: Tak Batasi Pasien
KOMPAS.com- Pengobatan alternatif sudah ada di dalam keluarga Suharto. Ayahnya adalah pengobat yang juga menggunakan metode terapi sentil. Suharto pun mendapat bimbingan dari sang ayah untuk meneruskan sebagai pengobat.
“Saya sudah mulai bisa mengobati orang sejak di bangku kelas 1 SMA. Saat itu, kalau pasien bapak lagi banyak, mereka minta saya mengobati mereka,” kata Suharto, pengobat terapi sentil ketika ditemui Warta Kota di kliniknya di Kelapagading baru-baru ini.
Selama tiga tahun, Suharto hanya membantu sang ayah untuk mengobati pasien-pasien yang membutuhkan bantuannya. Selepas SMA, sang ayah meminta Suharto untuk melakukan tirakat dengan puasa putih (mutih) selama dua tahun. Hasilnya, Suharto mendapatkan petunjuk dari Tuhan, dan kemampuannya dalam mengobati pasien semakin besar.
Pada tahun 1998, tanpa disengaja dan dikehendaki, pasien mulai berdatangan ke Suharto. Padahal dia tidak pernah membuat promosi kalau dirinya bisa mengobati. Pasien yang sembuh itu lalu menceritakan kepada keluarga dan teman-temannya, sehingga orang yang datang tidak pernah berhenti.
Dalam melakukan terapi, ada beberapa teknik yang dia gunakan berbeda dari sang ayah. Salah satunya adalah bentuk sentilan. Jika ayahnya menyembuhkan pasien dengan cara menyentil langsung ke lokasi penyakit, Suharto justru menggunakan media kertas putih sebagai sarananya.
Menurut Suharto, penggunaan kertas putih itu bertujuan untuk mengontrol energi yang keluar dari dalam dirinya. Kertas itu mampu menahan kuatnya energi yang Suharto keluarkan saat menyentil.
Meski energi yang dikeluarkan besar, Suharto mengaku tidak pernah merasakan lelah atau kehabisan energi. Justru energi yang keluar dan tersalurkan ke pasien itu akan kembali lagi kepadanya. Maka, Suharto tidak suka jika saat menyentil kaki pasien, si pasien langsung menarik kakinya karena kesakitan.
“Justru kalau pasien menarik kakinya, energi itu terbuang percuma. Jadi sia-sia. Saya lebih merasa lelah, karena energinya tidak masuk lagi ke saya,” kata Suharto.
Pasien Suharto tidak pernah kurang dari 100 orang dalam satu hari. Bahkan pasiennya pernah mencapai 1.0.00-an orang. Tetapi jika pasien yang datang hingga 1.000 orang, Suharto terkadang jenuh. Dia lebih senang jika yang datang maksimal sekitar 600 orang/hari, agar dia dan asistennya bisa beristirahat. Namun, Suharto tidak pernah membatasi pasien yang datang padanya.
Suharto membuka praktik di Jakarta, Surabaya, dan Pemekasan. Di Jakarta, Suharto membuka klinik di Cinere dan Kelapagading.
Originally posted 2010-11-09 15:59:26.