Di Pusat Badai….
Daun-daun berwarna keemasan berjatuhan di seluruh negeri dalam pertengahan November…tapi keindahan musim gugur itu dengan segera akan tidak bermakna lagi bagi Helen Weathers. Pada malam itu, ketika ia merayakan ulang tahunnya yang kelima puluh sembilan, hidupnya tiba-tiba menjadi gelap gulita.
Ia baru saja selesai merayakannya di sebuah restoran bersama beberapa teman dekatnya Dan siap untuk berangkat tidur ketika tiba-tiba kepalanya seperti dihujam dengan sebilah pecahan kaca yang tajam bergerigi.
Setelah itu…, cahaya betul-betul hilang bagi Helen untuk waktu yang lama. Sebagian besar tanda-tanda kehidupan dalam dirinya lenyap dengan tiba-tiba ketika sebuah serangan aneurisme menyergap wanita yang sangat lincah itu.
Lima Hari kemudian para sahabatnya, suaminya, Robert, Dan seluruh anggota keluarganya menunggu dengan sabar sementara dokter melakukan operasi otak selama enam jam untuk menyelamatkan Helen. Hadiah-hadiah ulang tahunnya yang belum sempat dibuka tergeletak di atas meja di rumahnya, hadiah-hadiah itu akan tetap tidak disentuh selama berbulan-bulan, karena seusai operasi, ia mengalami stroke.
Sebelumnya Helen selalu berbusana Dan berpenampilan anggun. Kini ia menjadi seorang wanita dengan kepala gundul yang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit Hari demi Hari. Barangkali IA akan merasa malu andaikata ia sendirian dan dapat melihat begitu banyak teman-teman yang datang menjenguknya. Belakangan ia bersyukur sekali.kunjungan yang tidak Ada hentinya, karangan bunga dan makanan untuk keluarganya memberi sanak keluarganya dukungan yang mereka butuhkan untuk bertahan dalam kondisi seburuk itu.
Helen percaya bahwa cinta dan dukungan itu juga membuatnya tetap hidup di tengah badai yang ganas itu. Dalam beberapa pekan berikutnya, banyak teman yang mengadakan doa bersama baginya, dengan harapan agar IA dibebaskan dari jurang kematian yang nyaris telah merenggutnya. Harapan dan doa-doa mereka mendapatkan jawaban, akan tetapi Helen hampir tidak mengenali dirinya sendiri. “Aku tidak dapat mengingat bagaimana tampangku sebelumnya,” katanya. “Aku tidak ingat ketika aku menemukan bahwa aku tak memiliki rambut. Sepupuku Elsa bercerita bahwa ketika aku tidak memiliki rambut, aku berpaling kepada Robert Dan berkata: “Aku juga tidak mempunyai gigi.”
Teman-teman Helen terus mengiriminya karangan bunga, makanan dan kartu, salah seorang sahabatnya yang paling dekat membawakannya gambar semua anjingnya: Doodles, Ms. Liberty dan Taffy. Robert dan putri mereka, Sandra, membawakan perlengkapan riasnya yang baru.
Semua orang menginginkan dia kembali seperti semula meskipun semakin jelas Helen mungkin tidak akan pernah menjadi perempuan yang sama lagi. Kadang-kadang ia seperti seorang asing, kepada orang lain—Dan kepada diri sendiri.
Ketika ia mulai pulih, banyak yang harus dipelajarinya. Ia harus belajar menulis namanya. Ia harus belajar berjalan lagi. Ia harus belajar bicara dengan jelas. Ia harus belajar berpakaian sendiri. Kadang-kadang, ia merasa seperti seorang bayi. Akan tetapi spesialis bedah otak yang menanganinya mengatakan bahwa sebuah mujizat-lah yang memungkinkannya tetap hidup.
Helen hampir seperti seorang anak kecil kalimat-kalimat nya tidak beraturan. Terkadang ia tertawa tak terkendali kemudian ia menangis. Ia menginap di rumah sakit selama hampir setengah tahun untuk proses rehabilitasi dan mencoba mengembalikan ke pribadinya yang dahulu.
Selewat tujuh bulan, ia diperbolehkan pulang untuk bersama-sama lagi dengan suaminya, Robert, Dan anjing-anjingnya, Doodles, Ms. Liberty dan Taffy. Saat ini Helen telah pulih ke dirinya yang semula dan telah memperoleh kembali kemampuannya untuk melukis, berjalan dan berbicara.
“Aku yakin bahwa satu-satunya alasan yang membuatku bertekad untuk pulih adalah untuk menjadi inspirasi bagi orang lain,” kata Helen dari rumahnya tempat ia menerima puluhan telepon setiap hari dari orang-orang yang meminta tolong karena penderitaan yang serupa.
“Aku pernah berada di dasar jurang bersama orang-orang yang menderita seperti ini. Aku tahu banyak orang yang mencoba menarik aku dari jurang tersebut. Sekarang, tiba giliranku untuk mendorong orang lain menekuni proses rehabilitasi dan menggantungkan harapan mereka pada kebulatan tekad sendiri.”
Ketika Helen menerima telepon dari seorang yang meminta sarannya, ia berusaha untuk tidak mengecewakannya. Karena ia tahu bahwa jauh di dalam lubuk hatinya ada cinta dan kasih sayang yang telah membimbingnya keluar dari tengah badai dan membantunya mendarat dengan aman kembali ke pantai.
Helen Weathers Sebagaimana diceritakan oleh Diana L. Chapman.
Sekilas tentang penulis:
Diana L. Chapman adalah seorang penulis nasional penerima penghargaan. Sebagai seorang jurnalis, ia bekerja di Los Angeles Copley Newspapers dan The San Diego Union. Ia mengkhususkan diri dalam kisah-kisah human interest dan baru menyelesaikan buku pertamanya untuk kaum muda dewasa. Ia meninggalkan dunia kewartawanan setelah didiagnosis menderita multiple schlerosis pada tahun 1992. Dia telah menikah selama sebelas tahun dan mempunyai seorang putra, Herbert “Ryan” Hart.
Originally posted 2012-10-19 11:49:04.