Fakta-fakta seputar proklamasi Indonesia,
– Revolusi dari kamar tidur. Bung Karno baru bangun pukul 09.00 setelah
sebelumnya terkena serangan malaria di kamarnya, di Jalan Pegangsaan
Timur 56, Cikini. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang
bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah
Laksamana Maeda.
– Tanpa protokol. Tak ada korps musik, tak ada konduktor dan tak ada
pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar,
serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah,
kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang
dinanti-nantikan selama lebih dari tiga ratus tahun!
– Seprei dan Tukang Soto. Bendera Merah Putih terbuat dari kain sprei
dan kain tukang soto!
– Perintah Presiden pertama panggil tukang sate! Perintah pertama
Presiden Soekarno saat dipilih sebagai presiden pertama RI, bukanlah
membentuk sebuah kabinet atau menandatangani sebuah dekret, melainkan
memanggil tukang sate! Itu dilakukannya dalam perjalanan pulang, setelah
terpilih secara aklamasi sebagai presiden. Kebetulan di jalan bertemu
seorang tukang sate bertelanjang dada dan nyeker (tidak memakai alas
kaki). “Sate ayam lima puluh tusuk!”, perintah Presiden Soekarno.
Disantapnya sate dengan lahap dekat sebuah selokan yang kotor. Dan
itulah, perintah pertama pada rakyatnya sekaligus pesta pertama atas
pengangkatannya sebagai pemimpin dari 70 juta jiwa lebih rakyat dari
sebuah negara besar yang baru berusia satu hari.
– Teks Proklamasi di Keranjang Sampah. Naskah asli teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte
oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh
Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan
baik oleh wartawan B. M. Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di
keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari,
setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik. Pada 29 Mei 1992, Diah
menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah
menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
– Proklamator di balik layar. Kalau saja usul Bung Hatta diterima, tentu
Indonesia punya “lebih dari dua” proklamator. Saat setelah konsep naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia rampung disusun di rumah Laksamana
Maeda, Jl. Imam Bonjol no 1, Jakarta, Bung Hatta mengusulkan semua yang
hadir saat rapat din hari itu ikut menandatangani teks proklamasi yang
akan dibacakan pagi harinya. Tetapi usul ditolak oleh Soekarni, seorang
pemuda yang hadir. Rapat itu dihadiri Soekarno, Hatta dan calon
proklamator yang gagal: Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik.
“Huh, diberi kesempatan membuat sejarah tidak mau”, gerutu Bung Hatta
karena usulnya ditolak.
– Dokumentasi Proklamasi selamat berkat bohong. Peristiwa sakral
Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat didokumentasikan dan disaksikan oleh
kita karena satu kebohongan. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif
foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer,
fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka.
Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan
Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun
marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di
halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu
diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai
sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?
– Hari kelahiran dan kematian. Bila 17 Agustus menjadi tanggal kelahiran
Indonesia, justru tanggal tersebut menjadi tanggal kematian bagi
pencetus pilar Indonesia. Pada tanggal itu, pencipta lagu kebangsaan
“Indonesia Raya”, WR Soepratman (wafat 1937) dan pencetus ilmu bahasa
Indonesia, Herman Neubronner van der Tuuk (wafat 1894) meninggal dunia.
– Tidak ada jalan Sekarno Hatta di Jakarta. Jakarta, tempat
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan kota tempat Bung Karno dan
Bung Hatta berjuang, tidak memberi imbalan yang cukup untuk mengenang
co-proklamator Indonesia. Sampai detik ini, tidak ada “Jalan
Soekarno-Hatta” di ibu kota Jakarta. Bahkan, nama mereka tidak pernah
diabadikan untuk sebuah objek bangunan fasilitas umum apa pun sampai
1985, ketika sebuah bandara diresmikan dengan memakai nama mereka.
– Gelar Resmi Proklamator baru 1986. Gelar Proklamator untuk Bung Karno
dan Bung Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia
kepadanya selama 41 tahun! Sebab, baru 1986 Permerintah memberikan gelar
proklamator secara resmi kepada mereka.
– Mentri asli Indonesia. Baru setelah merdeka 43 tahun Indonesia punya
mentri yang 100% Indonesia asli. Karena semua menteri sebelumnya lahir
sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia
Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum Republik
Indonesia memang belum ada saat itu. “Orang Indonesia asli” pertama yang
menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera
Utara, 30 Agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga
pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993).
Originally posted 2011-02-28 12:58:43.
Wuihhh..keren. Sama bener dengan artikel asli teman saya di Suara Merdeka 18 Agt 1995.