Imunisasi HPV Cegah Kanker Leher Rahim di Masa Mendatang

Ada kabar gembira bagi kaum perempuan dalam soal pencegahan penyakit kanker. Saat ini ada imunisasi yang bisa mencegah munculnya kanker serviks (leher rahim) di masa mendatang. Diharapkan, pemberian vaksin pencegah kanker serviks itu bisa melenyapkan penyakit yang menjadi momok bagi kaum perempuan itu.Temuan mengenai imunisasi pencegah kanker tersebut disampaikan Prof dr Mohamad Farid Aziz, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar tetap pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Jakarta, pekan lalu. Pada kesempatan itu, Farid membahas masalah Vaksin Human Papilloma Virus: Alternatif Pengendalian Kanker Serviks di Masa Depan.
Menurut spesialis kandungan dan kebidanan (Obstetri dan ginekologi) itu, kanker serviks menjadi ancaman serius bagi kaum perempuan terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia, kanker jenis ini menduduki urutan pertama berdasar frekuensi kejadian. Data Laboratorium Patologi Anatomik Indonesia 1998 menunjukkan frekuensi kanker serviks sebesar 17,85% dari kanker pada laki-laki dan perempuan, atau sebesar 27,89% di antara kanker pada perempuan saja.
Sementara di negara maju, kanker serviks sudah mengalami penurunan berkat program deteksi dini melalui pap smear. Metode itu berhasil menurunkan tingkat kematian hingga 50%. ”Seperti diketahui, kanker umumnya bisa diobati dengan lebih mudah dan tuntas jika diketahui pada stadium dini,” ujarnya.
Farid mengatakan hasil penelitian menunjukkan kanker serviks disebabkan infeksi virus human papilloma virus (HPV). Penelitian yang dilakukan RS Dr Cipto Mangunkusumo bekerja sama dengan Universitas Leiden, Belanda, menunjukkan HPV ditemukan pada 96% penderita kanker. ”Vaksin terhadap virus inilah yang tengah dikembangkan untuk pencegahan melalui imunisasi di masa mendatang. Sama seperti imunisasi yang selama ini dikenal. Efek pencegahan terhadap infeksi HPV diperoleh dari pembentukan antibodi oleh tubuh yang telah mendapat vaksin melalui suntikan.”
Di luar negeri, seperti di Amerika, lanjutnya, penggunaan vaksin ini telah mencapai tahap uji coba dan menunjukkan hasil memuaskan. Angka keberhasilannya mencapai 100% dalam hal mencegah infeksi HPV. Sementara itu, di Indonesia, saat ini masih dalam tahap penelitian untuk mengetahui jenis virus HPV mana yang sesuai untuk digunakan di Indonesia serta profil daya tahan tubuh perempuan Indonesia. ”Setelah diketahui jenis virus HPV yang cocok, barulah produksi vaksin bisa dilaksanakan.”
Menurut Farid, produksi vaksin tersebut memerlukan teknologi tinggi. Bahan dasar yang digunakan bukan virus HPV utuh melainkan bagian selubung (capsid) virus HPV. Jika yang digunakan virus HPV-nya, bisa menimbulkan infeksi, vaksin cukup dengan bagian dari capsid virus yang bisa memancing tubuh membentuk sistem kekebalan terhadap virus HPV.
Imunisasi HPV akan diberikan pada perempuan usia 12-14 tahun, melalui suntikan sebanyak tiga kali berturut-turut tiap dua bulan sekali dan dilakukan pengulangan satu kali lagi pada sepuluh tahun kemudian. Kemudahan dalam hal pemberian vaksin dan tingginya angka keberhasilan menjadi keunggulan pencegahan metode ini.
Tetapi sayangnya, kata Farid, pencegahan melalui vaksin ini mempunyai kelemahan, yakni mahal. Teknologi rekombinan yang digunakan untuk memproduksi vaksin merupakan teknologi biologi molekuler yang berbiaya tinggi. Hal ini berimbas pada tingginya biaya yang harus dikeluarkan mereka yang ingin mendapat imunisasi.
Di Amerika misalnya, satu kali suntikan biayanya mencapai US$100 (hampir Rp1 juta). ”Memang dibutuhkan kerja sama dan iktikad baik dari berbagai pihak agar biaya tersebut bisa dijangkau masyarakat,” ujar dr Farid.(Nik/H-1).

Originally posted 2015-02-11 18:04:14.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *