Kalau Jomblo Jangan Duka
Kerap kita tidak bisa mengelak dari suatu keadaan yang tidak kita inginkan.
Tetapi kita toh tetap dapat memilih sikap atau tindakan apa yang akan kita
ambil, sebagai reaksi kita terhadap keadaan itu. Nah, bagaimana reaksi kita
itu akan sangat menentukan keadaan itu selanjutnya; menjadi baik atau malah
(lebih) buruk.
Misalnya, sakit. Sekeras apa pun kita menjaga kesehatan – minum vitamin,
makan teratur, tidur cukup, olah raga rutin – tapi eh, ada saja saatnya kita
sakit. Iya, kan?!
Entah itu sakit ringan, entah sakit berat. Kita tidak bisa mengelak. Tetapi
kita bisa memilih sikap atau tindakan seperti apa sebagai reaksi kita
terhadap sakit itu.
Kita bisa terus ngedumel, menyesali habis-habisan, marah-marah, semprot sana
semprot sini. Pokoknya kagak terima. Akibatnya ya, kita bisa stress sendiri.
Tambah pusing tujuh keliling. Orang lain juga mungkin jadi jengkel dengan
kita. Lha, emang enak deket-deket orang yang terus ngeluh dan
uring-uringan?! Penyakit tidak sembuh, malah timbul masalah baru.
Atau kita bersikap tenang. Kita berserah kepada Tuhan. Kita percaya dibalik
segala hal yang Tuhan ijinkan terjadi pasti ada hikmahnya. Dengan bersikap
begitu bisa saja penyakit kita tidak lantas sembuh, tapi minimal kita tidak
jadi stress. Tidak tambah pusing tujuh keliling.
Kita tetap bisa bersyukur, menikmati hari-hari dengan gembira. Relasi kita
dengan orang lain juga tidak terganggu.
* * * *
Ngejomblo juga begitu.
Bisa saja kita tidak bisa mengelak dari status jomblo.
Kita sudah berdoa, sampai lidah pun terasa kelu memohon-mohon kepada Tuhan.
Kita juga sudah berusaha keras. Begitu keras. Hingga ibarat hati kita sebuah
rumah; pintunya sudah kita buka lebar-lebar, jendelanya sudah pentangkan,
bahkan atapnya sudah kita bongkar habis. Sudah plong blong. Tetapi koq ya
sang pangeran berkuda – atau sang putri bercadar putih – yang kita
harap-harapkan itu tidak juga kunjung datang.
Lalu bagaimana dong?
Selanjutnya ya, tergantung kita. Kalau kita melihat ke-jomblo-an itu sebagai
aib; sebagai sesuatu yang memalukan dan menyedihkan, kita bisa terus
tenggelam dalam kekecewaan dan kekesalan. Rasanya Tuhan tidak adil. Hidup
pun terasa tidak enak. Sepi. Getir. Sengsara. Kita jadi murung. Hidup segan,
mati nggak mau.
Efeknya, kalau misalnya kita lagi pergi-pergi; ke mall atau ke pesta ulang
tahun teman, lalu ada yang tanya, “Koq sendirian?!” kita artikan sebagai
sindiran. Kita pun marah. Mutung. Padahal orang cuma tanya, tidak ada maksud
apa-apa. Yang celaka, kalau kemudian kita “banting harga”. Ngobral. Pokoknya
siapa saja yang nyamperin, kita oke-in tanpa pikir-pikir lagi.
Mending kalau kita dapat orang yang tepat. Lha, kalau nggak?! Apa tidak
sedang membangun neraka buat diri sendiri tuh. Osraaaammmmmm. Relasi khusus
antara pria dan wanita, apalagi kalau itu mengarah ke jenjang pernikahan,
tidak bisa dibangun di atas dasar ketergesaan, keterpaksaan, atau
asal-asalan, kan?!
Akan tetapi kalau kita melihat ke-jomblo-an itu secara positif; sebagai
bagian dari rencana Tuhan atas hidup kita, percaya deh ke-jomblo-an itu
tidak akan menjadi beban yang menakutkan. Kita bisa tetap enjoy dengan
kesendirian” kita. Happy dengan hari-hari kita.
Pikiran kita pun akan lebih terbuka melihat sisi-sisi baiknya ngejomblo;
bahwa ngejomblo tidak melulu berarti “kisah sedih di Hari Minggu” (koq jadi
kayak lagu Koes Plus?!). Dan yang paling penting, kita tetap dapat membuka
diri tanpa mesti “mengobral” diri. Pokoknya so good-lah. Hidup jomblo!
Bisa saja sih sesekali kita juga merasa lonely. Atau kepikiran enaknya kalau
ada yang ngapelin atau diapelin, ada yang perhatiin dan diperhatiin. Tetapi
perasaan dan pikiran semacam itu tidak akan membuat kita lantas jadi
nelangsa. Apalagi kalau sampai mengutuk “malam dimana kita dikandung
bunda”.Pasti nggaklah.
Paling kita bernyanyi sendu. Bisa lagu ngepopnya alm. Nike Ardila: “Jenuh
aku mendengar, manisnya kata cinta lebih baik ku jomblo. Bukannya sekali,
sering ku mencoba, namun ku gagal lagi… hiks, hiks. Hanya iman di dada
yang membuat ku mampu selalu tabah menjalani… yeah!”
Bisa juga lagu “Nearer, My God, to Thee ” (Itu loh lagu yang mengiringi
tenggelamnya kapal Titanic :).
* * * *
So, jangan kecil hati kalau memang mesti ngejomblo. Apalagi patah arang,
sampai kepengen mati segala. Jangan. Toh yang penting bukan statusnya –
jomblo atau tidak. Yang penting, bagaimana kita menyikapinya.
Dunia jomblo pun tak kalah indah kok. Asal kita melihat dan memikirkannya
secara positif.
Percaya deh
Originally posted 2007-04-11 10:00:04.