Memberi dan Mengucap Syukur
Sebagian besar kita berpikir bahwa beramal atau memberi kepada orang lain adalah bentuk dari kepedulian kita kepada orang yang membutuhkan pertolongan kita. Padahal sesungguhnya beramal atau menolong orang lain, bukan hanya bagi kepentingan atau kebutuhan orang yang kita tolong, tetapi justru kitalah yang membutuhkannya. Sehingga beramal haruslah menjadi kebutuhan kita.
Dalam sebuah eksperimen ilmiah yang dilakukan oleh Dr. David McClelland, seorang psikolog di Universitas Harvard, Amerika Serikat, ditemukan sebuah penemuan yang menakjubkan. Dalam eksperimen tersebut, terhadap sekelompok mahasiswa dipertunjukkan sebuah film tentang perjuangan seorang wanita yang memberikan kehidupannya kepada mereka yang miskin dan terlupakan di Kalkuta, India, yaitu kisah kehidupan Bunda Teresa. Dalam film tersebut Bunda Teresa sedang bekerja di antara orang-orang yang miskin, sakit dan terlupakan. Segera setelah pemutaran film tersebut, Dr. McClelland menganalisis cairan ludah para mahasiswa tersebut dan menemukan peningkatan yang cukup signifikan dalam kadar antibodi yang membantu mencegah infeksi saluran pernapasan immunoglobulin A.
Rasa belas kasihan yang timbul karena menonton pengabdian Bunda Teresa telah menstimuli tubuh para mahasiswa tersebut sehingga memproduksi antibodi. Dalam sebuah studi berikutnya, Dr. James House dari Pusat Penelitian Universitas Michigan, mempelajari pengaruh dari melakukan pekerjaan sebagai relawan bagi kaum miskin, sakit, dan gelandangan. Para relawan tersebut bekerja dengan penuh kasih dan kehangatan, serta ketulusan selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan yang penuh pengabdian dan kasih sayang telah menyebabkan peningkatan yang menakjubkan atas daya tahan dan vitalitas para relawan tersebut, serta secara dramatis telah meningkatkan usia harapan hidup mereka. Rasa kasih sayang, amal Ibadah dan perbuatan baik merupakan penyelamat kehidupan bukan saja bagi mereka yang membutuhkan, tetapi justru bagi diri kita sendiri.
Lakukan Saja Amal Ibadah Kita Hal lain yang menarik dari Bunda Teresa adalah ketika beliau ditanya mengapa beliau terus melakukan pengabdiannya, memungut mereka yang sakit dan hampir mati, serta menyelamatkan anak-anak dari jalanan kumuh, manakala beliau tahu bahwa masalah tersebut seperti tidak akan pernah ada habisnya, dan bahwa apa yang beliau kerjakan hanyalah seperti satu tetes air di lautan' dibandingkan dengan ribuan bahkan jutaan kaum papa dan hina yang membutuhkan uluran tangan di dunia ini.
sebuah tetesan air di lautan’, tetapi karena tetesan tetesan kecil yang saya buat, maka lautan menjadi lebih besar.” Kita memang tidak perlu memikirkan penyebabnya maupun dampaknya, tetapi kita hanya perla melihat kebutuhan dari mereka yang memerlukan pertolongan kita. “Charity sees the need, not the cause.” (Peribahasa Jerman).Bahkan dalam semua agama di dunia, amal dan perbuatan baik menolong sesama manusia yang membutuhkan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Dalam Rukun Islam, dinyatakan bahwa Zakat (Charitable Giving) merupakan kewajiban bagi umat muslim. Sedangkan dalam keyakinan Kristiani dinyatakan pula oleh Yesus Kristus bahwa jika kita tidak menolong sesama kita yang paling hina dan menderita, tidak melawat mereka yang sakit dan dipenjara, tidak memberi makan bagi mereka yang kelaparan, serta tidak memberikan perteduhan bagi mereka yang tidak punya rumah, maka kita bukanlah pengikut Kristus.
Beliau dengan rendah hati menjawab, "Ya, hal itu benar sekali. Pekerjaan saya memang seperti
Amal dan Ucapan Syukur Justru Kebutuhan Kita Namun berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas, ternyata bahwa justru kitalah yang membutuhkan menjalankan amal ibadah tersebut. Justru dengan menjalankan amal ibadah kita memperoleh ketenangan batin dan membuat gelombang otak kita berada pada frekuensi yang rendah, sehingga tubuh kita menstimulasi hormon yang akan meningkatkan daya tahan tubuh kita. Selain itu kita dapat menjadi lebih dekat dengan pusat kesadaran tertinggi (superconsciousness) yang berarti kita menjadi lebih cerdas secara spiritual. Betapa luar biasa bahwa Tuhan memberi kita kewajiban menolong sesama, bukan hanya untuk kepentingan kaum miskin dan penderita, tetapi juga sebenarnya untuk kebutuhan kita untuk memperpanjang umur kita. Seperti halnya Tuhan mewajibkan kita untuk sembahyang berdoa secara rutin dan teratur, bukan untuk kepentingan Tuhan, tetapi justru agar kita dapat senantiasa menurunkan frekuensi gelombang energi otak kita dan menjadi manusia yang lebih efektif dan cerdas, serta agar tubuh kita dapat senantiasa kembali pada kondisi keseimbangan (homeostatis) yang memungkinkan seluruh organ- organ tubuh kita berfungsi normal dan baik.
Seperti kutipan dari Tony Buzan, penulis buku-buku best seller dalam bidang berpikir kreatif dan pengembangan diri, bahwa amal dan ucapan syukur (Charity and Gratitude) seperti halnya menghirup dan menghembuskan napas. Kedua kegiatan ini merupakan dua sisi dari mata uang. Keduanya merupakan sebuah pernapasan spiritual yang justru kita butuhkan agar kita dapat memelihara kesehatan spiritualitas kita. Ingatlah, bahwa kita adalah makhluk spiritual seperti yang dikatakan oleh filsuf Perancis, Teilhard de Chardin, “we are not human beings having spiritual experience; we are spiritual beings having human experience.” Kita perlu bernapas untuk melanjutkan kehidupan kita. Tanpa melakukan pernapasan spiritual, maka kita akan menjadi lemah secara spiritual dan bahkan secara fisik juga. Justru kitalah yang perlu melakukan pernapasan spiritual tersebut.
Mengucap Syukur dan Menjadi Lebih Berkelimpahan
Mengucap syukur (Gratitude) merupakan ungkapan yang sering muncul dalam Kitab Suci, selain kata-kata: kasih, sukacita dan damai sejahtera. Hal ini menunjukkan betapa Tuhan senantiasa mengingatkan kita betapa pentingnya perbuatan ini bagi kehidupan kita. Tuhan telah menciptakan alam semesta dengan segala kelimpahannya untuk kita syukuri dan nikmati. Kita diberikan kuasa untuk menjadi co- creator, rekan sekerja Tuhan, untuk menciptakan realitas kehidupan yang kita inginkan. Inilah yang menjadi rahasia mengapa orang-orang sukses seperti Andrew Carnegie, Bill Gates, John Rockefeller, Alfred Nobel, dan sebagainya adalah philanthropist (dermawan) sejati. Mereka memahami benar makna memberi dan mengucap syukur (charity and gratitude).
Sesungguhnya proses penciptaan realitas kehidupan kita diawali dengan keyakinan. Cara menunjukkan keyakinan atau iman tersebut adalah dengan mengucap syukur atas kelimpahan berkat yang diberikan Tuhan (thankfulness in advance to be grateful before the creation). Jadi mengucap syukur merupakan keharusan yang tidak bisa kita hindari jika kita ingin menciptakan atau memimpikan sesuatu. Seringkali kita justru berdoa dalam kerangka berpikir kekurangan (statement of lack), padahal justru sebaliknya kita harus berdoa dengan penuh rasa syukur atas segala berkat kelimpahanNya dalam kehidupan kita (statement of gratitude).
Kekurangan (lackness) adalah sesuatu yang tidak ada habis-habisnya. Jika kita senantiasa merasa kekurangan, apa pun yang kita miliki tidak akan pernah cukup. Kondisi mental dari rasa kekurangan akan menjadi semacam afirmasi bagi kita, sehingga kehidupan kita senantiasa berkekurangan. Demikian halnya dengan kelimpahan (prosperity) adalah sesuatu yang juga tidak ada habis-habisnya. Ketika kita mengucap syukur atas segala berkat Tuhan yang kita miliki, maka Dia akan terus menambahkan kelimpahan itu dalam kehidupan kita. Oleh karena itu berhati-hatilah dengan pikiran dan doa-doa kita.
Originally posted 2013-06-26 17:25:22.