Pemimpin yang berkeringat sama

Seorang pemuda berjalan ke seluruh pelosok negeri. Ia tunjukkan cara
menemukan air. Ia ceritakan kisah-kisah perdamaian. Bila malam tiba, tak
segan ia bersenda gurau di gardu-gardu ronda. Ia ajarkan anak-anak beberapa
bait doa dan nasehat untuk terus belajar. Di saat yang sama ia layangkan
surat pada raja tentang apa yang dilihat di perjalanannya. Berpuluh-puluh
tahun kemudian, pemuda itu sakit dan terkapar sekarat. Orang-orang tahu ia
adalah raja mereka yang sesungguhnya. Mereka tumpah ruah di lapangan dan
jalan-jalan. Memekikkan kesedihan, memanjatkan doa, serta menghiburnya
dengan gurauan dan cerita yang pernah ia sampaikan dulu. Pemuda itu hanya
membisikkan sesuatu yang membuat orang-orang terpingkal-pingkal sambil
meneteskan air mata. “Ah, betapa indahnya hidup ini ditemani tawa. Dan
betapa syahdunya air mata.”
Seorang pemimpin yang dicintai adalah pemimpin yang tumbuh bersama
rakyatnya. Ia mengenakan caping, baju dan alas kaki yang sama dikenakan
rakyatnya. Ia berbicara dan bersenda gurau dengan bahasa rakyatnya. Cinta
tak muncul dalam semalam. Ia ditanam dan dipupuk selama sebuah generasi.
Karenanya, janganlah bermimpi menjadi pemimpin yang dicintai bila belum
pernah merasakan bahwa keringat kita sama asinnya. Darah kita sama merahnya.

Originally posted 2011-06-28 18:04:10.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *