Pernikahan Merupakan Perjalanan Cinta yang Teruji

Pendeta David WF Wong dalam bukunya yang berjudul sama dengan artikel ini mengatakan, “Pernikahan itu ditentukan di surga, tapi diperbaiki di bumi.” Boleh dipercaya, boleh juga disangkal. Memang jodoh ditentukan oleh Yang Kuasa, tetapi untuk menentukan terjadinya pernikahan itu kita harus banyak melakukan usaha untuk mewujudkannya.
Erna menerima pesan untuk makan siang dengan Aty sahabatnya dengan catatan: “Penting, jangan sampai tidak bisa!” Maka begitu Erna bertemu dengan Aty di tempat mereka janjian, Erna tak kuasa menahan sabarnya karena dia tahu persis Aty sahabatnya adalah wanita karier kelas tinggi yang sukses di mana waktu sangatlah langka untuk dipakai sekadar ngobrol bareng sambil makan siang. Nah, hari ini pasti ada hal penting yang akan Erna dengar dari sahabatnya, maka begitu sampai di meja pertemuan, langsung Erna bertanya: “Angin apa yang membuatmu menyisihkan waktu untuk makan siang bersamaku?”

Aty yang manis, tersenyum penuh arti sambil mempersilahkan sahabatnya duduk dulu, dan terdengarlah dia berguman seolah berkata pada dirinya sendiri: “Kenapa ya setelah kulalui pernikahanku selama lima belas tahun dengan mulus, aku bisa jatuh cinta lagi pada laki-laki lain. Aku tak kuasa menahan getaran kerinduan yang aku coba tepis dan aku coba untuk menyadari sesadar-sadarnya kalau perasaan ini terlarang!”

“Coba kamu bayangkan Erna, tidak ada yang salah dengan Joko suamiku. Dia suami yang baik dan tetap seperti dulu, yaitu mencintai dan membahagiakan aku sebisanya. Tapi Harry laki-laki yang aku temui satu pesawat dalam perjalanan bisnisku ke Amerika membuat aku tidak bisa lagi berakal sehat.”

“Aku jatuh cinta lagi, dan kami berdua sama-sama sadar telah mempunyai keluarga yang terbina melebihi sepuluh tahun dan dengan pasangan kami pun tidak ada masalah. Tetapi perasaan kami berdua tidak bisa dimengerti kami selalu saja rindu untuk bertemu, bahkan akhirnya kami pun sudah melakukan hubungan suami-istri yang sangat indah. Ya, indah karena getar-getar yang tidak dirasakan lagi bersama suamiku. sekarang begitu menggebu sepertinya aku kembali remaja yang baru pernah jatuh cinta dan baru pernah melakukan hubungan intim tersebut.”

Erna sampai terbengong mendengar apa yang baru saja didengarnya, bagaimana tidak? Membayangkan pun dia tidak bisa! Bagaimana Aty bisa jatuh cinta lagi pada laki-laki lain selain Joko yang dia kenal baik karena mereka memang sudah bersahabat sejak masih kuliah. Ya, Joko laki-laki ideal yang ganteng pengusaha sukses yang membuat perempuan lain berharap dialah yang menjadi pendamping hidupnya. Joko yang begitu menyenangkan dari dulu diperebutkan, tapi hari ini wanita yang sudah membuatnya bertekuk lutut dan mengikatnya dalam ikatan suami istri yang sah telah berpaling darinya dan telah jatuh cinta lagi dengan laki-laki lain yang baru dikenal.

Sungguh tidak masuk akal sehat! Aneh tapi nyata, tapi itulah yang terjadi!!
Erna teringat buku yang baru minggu lalu dibelinya di mana judul buku tersebut menjadi judul artikel ini, yaitu “Pernikahan Merupakan Perjalanan Cinta yang Teruji”. Dalam buku tersebut diceritakan bagaimana sepasang muda-mudi membina hubungan sejak mereka memasuki bangku SMU berlanjut sampai ke perguruan tinggi, begitu mesra penuh cita-cita akan hari depan. Maka pada tahun-tahun akhir mereka kuliah sambil bekerja, mereka berusaha mencicil sebuah rumah untuk berumah tangga.

Selepas masa kuliah mereka sama-sama bekerja untuk melengkapi rumah cicilan tersebut, berharap begitu mereka resmi dipersatukan sebagai suami istri rumah beserta isinya sudah lengkap. Tahun demi tahun rumah itu pun akhirnya terwujud dengan indah, tapi suatu hari Meita sang wanita mendapat tugas kerja di Australia selama tiga bulan, dan Meita begitu takut kehilangan Anton sang pria pujaan hatinya. Maka, dia minta ikatan sah permulaan yaitu pertunanganan (tukar cincin) yang disaksikan kerabat dan teman karib mereka, diikatkan sebagai calon pasangan suami istri yang sah di kemudian hari. Resepsi besar direncanakan sepulang Meita bertugas.

Hari demi hari pasangan tersebut lalui dengan komunikasi jarak jauh yang mesra. Tetapi belakangan Anton mulai menerima lebih sedikit balasan dari sang wanita, dan bulan berikutnya balasan e-mail atau sms tidak pernah ada lagi. Sang pria benar-benar maklum kalau Meita sekarang tidak lagi membalas surat-suratnya. Dia maklum calon istrinya pastilah sangat sibuk di negeri orang. Sampai akhirnya masa tugas tiga bulan sudah selesai, sang pria yang setia menunggu hari itu tiba membeli seikat mawar merah dan dengan penuh kerinduan menjemput Meita sang kekasih yang akan tiba di bandara.

Begitu bertemu, dia melihat wajah sayu kekasihnya, mata yang sembab menandakan betapa gundah hati Meita dan mata tersebut berkata dia menangis dalam waktu yang lama. Dengan penuh kasih sayang sang pria memeluk calon istrinya. Tapi apa yang berlangsung kemudian sungguh di luar dugaan. Dengan mata sendu sang wanita menatap nanar dan berkata: “Sebaiknya kita bicara langsung, kelihatannya ada yang salah dengan pertunanganan kita. Aku tidak bisa melanjutkannya karena aku sudah jatuh cinta kepada Bram.”
Ya, laki-laki yang sedari tadi berdiri dekat Meita yang tak kelihatan dan disadari oleh Anton. Bram tiba-tiba tersenyum sambil menyodorkan tangan perkenalan.

Kembali terdengar suara lirih penuh rasa salah Meita: “Bram aku temui di pesawat dan ternyata dia rekan kerjaku selama di- Australia dan kami sudah hidup bersama di sana.”
Jadi, jelaslah sudah kenapa sekarang Anton tidak mendapatkan lagi balasan surat-suratnya. Ternyata cinta mereka yang dirajut bertahun- tahun musnah tak berbekas hanya dalam waktu tiga bulan. Dengan lunglai akhirnya bunga mawar yang dipegangnya tetap dia berikan pada Meita, dan Anton merasa hari itu dunia begitu gelap dan angin yang berdesir pun terasa tajam di wajahnya. Dia merasa begitu konyol menunggu hari demi hari untuk menyerahkan mawar dan mendapat senyum manis kekasihnya yang sangat dirindukan yang sebentar lagi menjadi miliknya secara penuh. Apa nyana hari itu dia kehilangan orang yang selama ini dikenalnya. Sosok yang ditemui saat itu bukan Meita yang dia rindukan, bukan Meita yang dia kenal. Entahlah siapa yang saat itu berdiri di hadapannnya yang perlahan-lahan meningggalkannya untuk masuk ke mobil lain yang menunggunya.

Dari dua kisah di atas kita memang tidak bisa mengerti akan diri kita sendiri, bicara tentang cinta sungguh suatu misteri yang susah dijabarkan. Dalam artikel “Memburu Cinta dengan 84.000 Dolar”, di mana disimpulkan oleh para ahli jiwa bahwa cinta merupakan gabungan psikologi, biologi, dan kimia yang bisa dihitung dan didefinisikan. Nah, bagaimana hitungannya kalau yang terjadi di luar akal sehat?

Perasaan cinta tidak mengenal bangsa, budaya maupun usia bahkan tidak mengenal situasi dan kondisi dari manusia manapun di dunia ini.
Rasa cinta selain berisi harapan untuk selalu dekat dengan segala hal yang diinginkan, juga memiliki pemahaman untuk selalu membahagiakan orang yang dicintai.
Nah, kalau cinta sudah menghasilkan korban yang bersedih, itu bukan cinta namanya. Maka pernikahan adalah sebuah ujian cinta yang harus dilakoni bersama. Apakah kita bisa memberi dan menerima kebahagiaan dari pasangan nikah kita? Apakah kita akan lulus menempuh ujian cinta ini? Hanya diri sendiri yang tahu. Lianny Hendranata

Originally posted 2014-10-25 20:22:45.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *