Vitamin-Vitamin untuk Jiwa

Pertama kali mendengar buku dengan judul Chicken Soup for the Soul, tidak ada satupun kesan khusus yang membuat saya tertarik dengan buku ini. Namun, begitu menemukan ada banyak sekali penulis, pembicara dan konsultan kejiwaan yang mengutip buku ini, saya coba untuk membaca buku ini secara cepat di toko buku. Eh, malah tertarik dan keterusan sehingga membeli seluruh seri buku ini.
Ada banyak cerita dan pengalaman menarik, ditulis oleh banyak sekali manusia yang mau berbagi pengalaman kehidupan. Sungguh, disamping gaya bertuturnya yang tidak menggurui, buku ini banyak memberi vitamin terhadap jiwa saya.
Ada sebuah cerita yang mengendap terus di benak saya sampai sekarang. Seorang anak yang merasa memberi terlalu sedikit untuk sang Ibu selama hidup, suatu hari datang ke panti jompo tempat sang Ibu dititipkan untuk pertama kalinya. Menyadari bahwa salah satu kesenangan Ibu ini adalah memakan es krim, maka dibawa sertalah beberapa es krim. Karena umur yang demikian tua, Ibu terakhir sudah tidak mengenali siapa-siapa. Kendati diajak bicara dengan suara keras sekalipun, ia tidak akan dengar.
Sesampai di panti jompo, sang anak memperkenalkan dirinya bahwa ia adalah puteri bungsunya. Sebagaimana jawaban ke setiap orang yang datang, Ibu ini hanya bisa menjawab tersenyum. Ketika es krim diletakkan ke tangan sang Ibu, langsung saja ia memakannya penuh kenikmatan. “Senang sekali rasanya melihat Ibu enak memakan es krim pemberianku”, demikian anak ini menulis. Beberapa menit setelah es krim ini habis, sang Ibu menoleh ke anaknya sambil berucap lirih: “Betapa nikmatnya hidup ini jika saya memiliki seorang puteri sebaik Anda”. Dengan air mata yang tidak bisa ditahan, pemberi es krim tadi pergi ke toilet sambil menangis. Dan yang membuat cerita ini mengharukan, sesaat setelah kembali dari toilet sang Ibu sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Cerita riil ini, sangat menggugah jiwa saya. Dengan penuh rasa syukur pada Tuhan, saya sangat beruntung membaca kisah ini tatkala Ibu kandung dan Ibu mertua masih hidup dan bisa mengenali anaknya. Sebagai manusia biasa, kedua Ibu yang amat berharga bagi saya ini, memang mempunyai banyak kekurangan. Salah satunya malah buta huruf seumur hidup. Namun, setelah membaca cerita di atas, saya berjanji dengan diri sendiri untuk memberikan sebanyak mungkin yang saya punya, kepada dua orang Ibu ini.
Saya tidak tahu, apakah jiwa Anda tergugah atau tidak dengan cerita di atas. Akan tetapi, sebagaimana tubuh fisik kita, yang membutuhkan sejumlah vitamin agar bisa hidup sehat, jiwa kita juga saya kira membutuhkan vitamin dalam wujud yang lain. Buku harian saya sebagai konsultan manajemen SDM, mencatat beberapa hal yang mungkin bisa berguna bagi Anda.
Pertama, ada beberapa tempat dan kejadian dalam kehidupan yang bisa memberi vitamin pada jiwa. Tempat pertama adalah rumah sakit. Di rumah yang sebenarnya tidak sehat ini, sering saya bertemu dengan orang-orang dengan beban kehidupan yang amat berat. Setiap kali mau makan makanan enak, meminum minuman lezat, atau menghumbar banyak nafsu, memori saya tentang rumah sakit bisa menjadi rem yang amat pakem. Tempat kedua yang sama pentingnya adalah kuburan. Setiap kali lewat di tempat peristirahatan terakhir ini, saya diingatkan bahwa setiap orang akan terbaring tanpa daya di situ. Ini juga rem kejiwaan yang amat pakem. Terutama karena diingatkan akan “tabungan akhirat” saya yang masih perlu ditambah.
Disamping tempat, ada dua kejadian yang bisa memberi vitamin lumayan pada jiwa yakni kematian dan kesulitan hidup. Kematian siapapun, sebagaimana kita rasakan, memberi refleksi ke yang masih hidup, bahwa manusia semuanya akan tamat riwayatnya. Stephen Covey pernah memberikan pertanyaan yang amat menggugah di sini: “Anda mau dikenang sebagai manusia macam apa?” Sama mujarabnya dengan kematian, kesulitan-kesulitan hidup sebenarnya juga sejenis vitamin jiwa. Saya pernah mengalami jiwa yang amat tersiksa ketika tinggal numpang di rumah saudara. Perlakuan anaknya yang demikian kasar, membuat saya bertekad agar kejadian yang sama tidak terulang di rumah saya oleh siapapun kelak.
Kedua, ada sejumlah organ dalam tubuh kita yang sebaiknya dibuka agar vitamin jiwa bisa masuk. Ken Blanchard dalam jurnal Personal Excellence edisi Juli 1998 menulis: “A Person’s mind is like a parachute: unless it is open, it doesn’t function.” (Benak manusia seperti parasut: hanya berfungsi jika terbuka). Kepala, telinga, perhatian dan mata – sebagian dari unsur-unsur mind – adalah kumpulan organ yang sebaiknya dibuka buat orang dan ide lain. Manusia-manusia yang mind-nya tertutup, tidak saja egois, miskin teman dan mudah stres, namun mumngkin sekali memiliki jiwa yang kering.
Ketiga, seorang wanita yang amat berpengaruh dalam kehidupan saya, mengajarkan untuk banyak memaafkan dan memberi tanpa meminta imbalan. Harus saya akui, belum sempurna memang. Akan tetapi, ada banyak sekali species stres yang lenyap dari kehidupan saya begitu sesaat sebelum tidur memaafkan siapa saja yang pernah salah, dan belajar mengingat yang baik-baik saja dari setiap orang. Saya memang masih jauh dari sempurna. Wika puteri saya bahkan sering mengritik saya. Tetapi, sebagaimana tubuh yang membutuhkan vitamin setiap hari, bukankah jiwa kita juga memerlukannya?

Originally posted 2013-08-22 09:47:57.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *