Aku Mendongeng dan Kau Tak Memujiku

Jika ada tidur yang telah menjadi keramat, itulah tidur anak, tepatnya bayi, tepatnya lagi bayi kita sendiri. Jika bayi kita sedang tertidur, kita akan menjaganya dengan sangat hati-hati. Kuping dan jantungnya masih demikian peka. Tutup gelas jatuh pun akan membuatnya kaget dan terjaga.
Maka ketika bayi kita tengah tertidur, kita menjaganya dengan segenap sikap waspada, dengan sepenuh jiwa dan raga. Begitu penuh penjagaan kita sehingga siapapun yan bersuara akan menjadi salah di mata kita. Jika yang bersuara adalah anggota keluarga, kita akan langsung melabraknya. Jika yang bersuara adalah tamu salah waktu, kita akan memasang lagak sedemikan rupa.

Jika sang tamu ngakak tertawa, kita cukup tersenyum saja. Jika mereka keras berkata-kata kita balas dengan merendahkan suara. Ingat, gaya ini bukan lagi penolakan atas kedatangannya, melainkan sudah merupakan kemarahan dan pengusiran secara terbuka. Jika yang berbuat kegaduhan adalah anak-anak tetangga, kita akan keluar, melotot dan menghardiknya. Jika biang gaduh itu adalah orang tua mereka dan kita takut menegurnya, setidaknya kita akan menyumpahi dalam hati dan mendoakan agar mereka menderita sakit gigi suatu kelak nanti.
Pendek kata, di saat bayi kita tertidur kita menginginkan seluruh isi jagat ini sunyi senyap! Jika ada sedikit saja suara menggoda, ia telah menyerupai tantangan yang akan menyulut kemarahan. Dan akhirnya, memandangi bayi tidur, tenang, tentram tanpa satupun gangguan, nyaris menjadi sebuah kemenangan.
Saya sendiri tidak menyangka betapa mengkeramatkan tidur anak-anak ini bahkan berlanjut terus setidaknya selama anak berusia balita. Apalagi makin bertambah umur si anak, makin kacau saja jadwal tidurnya. Demikian kacaunya hingga ia mengacukan jadwal tidur kita sendiri. Saat kiat mengantuk dia terjaga.
Saat kita terjaga dia tertidur. Pendek kata ada sebuah keadaan yang kita dan anak-anak kita tidak pernah akur dalam soal tidur. Pendek kata akan tiba suatu masa bahwa waktu bermain anak adalah kekelahan kita dan waktu tidur anak adalah kelegaan kita. Di masa inilah, tidur anak itu menjadi begitu berharga. Dan barang siapa mengganggu apalagi merusaknya, wajarlah jika akan segera menjadi musuh kita.
Tegasnya, ada sebuah keadaan saat menidurkan anak menjadi begitu sulitnya, apalagi jika anak mulai gemar bermain dan susah tidur di saat kita menginginkannya. Membuat dia tertidur pada jam semestinya lama-lama seperti persoalan hidup dan mati.
Kita butuh membujuknya, jika perlu mengancamnya. Jika ancaman itupun kurang mujarab kita butuh marah dan jika perlu menyakiti ala kadarnya. Jika kesakitan ala kadar inipun tak membuatnya jera, kita bisa kalap dan bernar-benar menyakitinya. Tapi belum lama ini saya sukses menunjukkan kepada istri tips menidurkan anak tanpa harus marah, main ancam apalagi sampai menyakiti. Usaha saya ini sukses berat walau amat menguras tenaga.
Caranya? Saya dongengkan dia sampai jontor bibir saya. Saya benar-benar adu kuat dengan anak saya. Ketika saya lihat matanya masih melotot saya lipat gandakan drama dalam dongeng saya. Sempat panik juga saya ketika dongeng sudah rampung setengah, tapi menguappun belum muncul tanda-tanda.
Saya tak putus saya, dongeng ini kalau perlu harus diolor-olor sepanjang yang saya bisa. Sebuah tekad yang akhirnya membuat anak saya menyerah. Ia mulai menguap juga dan pelan-pelan kantuk menyergapnya. Saya mengepalkan tangan sambil berteriak yesss dalam diam. Gembira bukan main walau bibir saya hampir mati rasa. Tegasnya saya suskes walau saya sama sekali tak bergembira.
Kenapa? Karena uji coba saya yang cemerlang in sama sekali tidak dihargai istri. Saya sakit hati. Saya bekerja keras untuk ini dan dia sama sekali tak mengapresiasi. Padahal kepadanya saya sudah membuktikan dengan cemerlang betapa sukses menidurkan anak tanpa tekanan dan kemarahan.
Yang lupa saya ingat ialah bahwa saya baru sekali menidurkan anak seperti ini, sementara istri pasti sudah jutaan kali melakukannya dan saya lupa menganggapnya sebagai prestasi. Ya di dalam rumah memang sering ada kezaliman yang tak pernah kita sadari. – Prie GS –

Originally posted 2007-01-24 10:56:28.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *