“Ancaman” – Kawan Kemajuan

Terkadang, saya kagum dengan sejumlah manusia perkasa.
Bayangkan, bila kebanyakan orang suka lari, atau ketakutan dengan segala macam ancaman, ada saja manusia yang justru mengisi hidupnya dengan mencari ancaman.
Seorang sahabat saya, memasuki bisnis komputer justru karena di situ ada banyak pesaing. Sahabat saya yang lain, justru melakukan investasi membangun pabrik baru ketika orang sedang ribut tentang kapan ekonomi akan pulih. Lebih gila lagi, ada rekan pengusaha yang membuka pinjaman baru dalam dolar lagi.

Membaca berita tentang dituntutnya Bill Gates bersama Microsoft-nya, saya teringat lagi dengan species manusia seperti di atas. Hampir dari semua penjuru datang tuntutan. Tidak ada bulan dalam media bisnis dunia, yang luput dari pemberitaan tentang tuntutan terhadap Microsoft. Yang lebih menarik lagi, Bill Gates tetap saja merajai pasaran di tengah maraknya tuntutan hukum di sana-sini.
Lebih gila dari Bill Gates, Michael Szymsnzyk – komandan perusahaan
rokok terkemuka Philip Morris – sebagaimana dilaporkan majalah Forbes edisi 9 Agustus 1999, bahkan memiliki rekor keberanian hidup bersama ancaman secara amat mengagumkan.
Dalam bahasa Forbes, Philip Morris sebenarnya sebuah perusahaan yang dikepung ancaman dari mana-mana. Lihat saja, setidak-tidaknya ada 645 (enam ratus empat puluh lima) tuntutan hukum yang ditujukan ke arah Philip Morris. Namun, Michael beserta pasukannya malah menantang balik para penuntut tadi. Lebih dari itu, tidak hanya para penuntut lewat jalur hukum yang diladeni, pesaingpun dilayani secara amat ksatria.
Meminjam argumen Grady Rosier – komandan Mc.Lane Co. – “They are not in paralysis and hiding behind lawyers.” Philip Morris tidak dibuat lumpuh oleh ancaman dan ratusan tuntutan. Dan mereka juga tidak bersembunyi secara malu-malu di balik punggung pengacara.
Sebaliknya, di tengah derasnya gelombang ancaman dan tuntutan ini, Philip Morris bahkan disebut Forbes sebagai A Global Marketing Machine. Lihat saja angka-angka yang bersembunyi di balik mesin pemasaran global ini. Kendati angka pertumbuhan konsumsi rokok menukik habis-habisan semenjak tahun 1996, bahkan hampir menyentuh garis horisontal grafik yang disajikan Forbes, tetapi Marlboro memiliki pangsa pasar yang menanjak secara mengagumkan. Grafik Forbes menunjukkan sudut menyerupai sudut empat puluh lima derajat, ketika menggambarkan pangsa pasar Marlboro sejak tahun 1994. Estimasi penghasilan bersih yang dicanangkan sejak 1999 hingga 2002, juga senantiasa meningkat, meningkat dan meningkat.
Penerimaan Philip Morris sejak 1995 hingga 1999, juga meningkat secara‚  mencengangkan.
Itu dari segi kinerja keuangan. Dari segi kepuasan karyawan, perusahaan ini juga tidak kalah menarik. Kendati hidup dalam industri yang penuh dengan harimau dan singa yang mengancam, sejumlah karyawan bertutur puas bekerja di perusahaan “gila” ini.
Seorang MBA muda dari Universitas New York dengan umur 29 tahun, mengaku jujur: “I come to work every day and feel like I’m surrounded by family. A lot of it has to do with values and common beliefs. Freedom to choose is a shared values.”
Mencermati apa yang terjadi di perusahaan gendheng terakhir, dan apa yang dilakukan manajemen Philip Morris, serta membandingkannya dengan kebanyakan perusahaan di republik krisis ini, rasanya ibarat bumi dan langit. Di Philip Morris, keberanian dan kebebasan adalah komoditi manajemen yang amat dihargai. Di sini, keberanian dan kebebasan lari pontang-panting entah kemana.
Pengusaha yang dulu menjadi pahlawan properti, ujung tombak perbankan, pioneer di industri perkebunan, atau menjadi pemimpin terdepan di segala industri karena senantiasa diikuti orang, sekarang entah kenapa sudah menjadi pesakitan di mana-mana. Dari dituduh sebagai penyuap, klien kejaksaan agung, duduk di kursi terdakwa, atau dihadang spanduk demonstrasi di sana-sini.
Soebronto Laras dalam sebuah diskusi di awal krisis sempat menyebutkan, inilah era di mana pengusaha tua dengan bau kekuasaan yang amat kental sedang tersingkir, dan akan diganti oleh kaum entrepreneur yang bertumpu di atas inovasi-inovasi manajemen yang mengagumkan.
Ternyata, sekian tahun setelah krisis ini berlangsung, pengusaha-pengusaha penyelamat yang kita impi-impikan ternyata tidak kunjung tiba. Sebaliknya, daftar para pesakitan baik yang berumur tua maupun muda malah semakin panjang dari hari ke hari. Dari pengusaha tua yang dituduh menjadi kroni mantan jaksa agung, sampai pengusaha muda yang terlibat skandal Bank Bali yang menghebohkan itu.
Saya sangat dan teramat setuju dengan usaha pemberantasan korupsi, namun saya sangat menyanyangkan efek sampingan berlebihan yang ditimbulkan. Sebagai masyarakat, kita sudah lama kehilangan‚  keberanian dan kebebasan berusaha. Di mana, ancaman ditempatkan sebagai musuhnya kehidupan.
Padahal, meminjam argumen Huanchu Daoren dalam Back To The Beginning, keberhasilan dicapai setelah kegagalan. Ancaman telah lama menjadi kawan dan sahabatnya kemajuan.
Dan yang paling penting, bukankah bangun pagi akan lebih menarik dan dinamis bila kita hidup dalam ketidakpastian?
Sebaliknya, tidakkah hidup jadi hambar kalau semuanya normal, pasti dan teramalkan sebelumnya???
*****

Originally posted 2013-02-13 12:41:01.

1 thought on ““Ancaman” – Kawan Kemajuan

  1. Sesama penggemar pak Gede Prama, saya gembira mewartakan beliau bisa diikuti di twitter @gede_prama makasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *