Dalam Bingkai Kejernihan

Oleh : Gede Prama
Menyusul meledaknya serangkaian bom di beberapa pojokan negeri, lengkap dengan korban-korban tidak berdaya yang menyentuh hati, ada sebuah mesin kehidupan yang tiba-tiba menyala di sana-sini: ketakutan. Tanda-tandanya ada banyak. Pemeriksaan orang dan kendaraan di mana-mana. Intel berkeliaran di sana-sini. Satpam serta petugas keamanan lain yang biasanya tidak diperhatikan orang, tiba-tiba menerima limpahan perhatian. Jumlah pengunjung hotel dan mall menurun. Tatatapan-tatapan manusia takut dan curiga beredar di sana-sini. Sehingga dalam totalitas, mesin ketakutan telah mengkonsumsi tidak sedikit energi kehidupan. Akankah energi tadi terbuang percuma, menciptakan wajah-wajah kehidupan yang merana, atau malah membuat kehidupan lebih kaya warna, amat tergantung pada lukisan-lukisan kehidupan yang kita lukis sehabis ini.

Betul tutur sejumlah sahabat di dunia kejernihan, tidak saja tukang ukir yang mengukir, tidak saja pelukis yang melukis. Kita semua juga mengukir dan melukis kehidupan setiap hari. Kalau tukang ukir mengukir dengan alat-alat seperti kayu, palu, pahat dan sebagainya, pelukis melukis dengan kuas dan warna, kita semua mengukir kehidupan dengan berbagai sarana. Bedanya dengan pengukir dan pelukis yang sarananya terbatas, kita bisa mengukir kehidupan dengan apa saja yang tersedia. Pikiran, kata-kata, perbuatan dan bahkan ketakutan sekalipun bisa menjadi sarana manusia mengukir dan melukis kehidupan. Apa yang manusia sebut dengan masa lalu, masa kini dan masa depan, sebagian adalah hasil lukisan dan ukiran kehidupan manusia.
Perhatikan manusia-manusia yang hanya menggunakan kata-kata halus dalam keseharian, kehidupannya juga relatif halus. Lihat sahabat yang kerap berfikir positif, kehidupan seperti ditaburi bunga-bunga mekar di mana-mana. Lebih-lebih rekan yang perbuatannya penuh kebaikan. Seperti tabungan ia berbunga, berbunga dan berbunga. Hal serupa juga terjadi pada manusia yang melukis dengan ketakutan. Di setiap pojokan seperti berdiri terlalu banyak hal yang menakutkan.
Berkontemplasi di atas kaca kehidupan seperti ini, ada tidak sedikit sahabat jernih yang mulai hati-hati. Sebab tanpa kehati-hatian yang memadai kita melukis dan mengukir kehidupan secara tidak sengaja ke tempat yang tidak dikehendaki. Sebutlah wacana tentang Inul yang sempat mengkonsumsi energi yang lama dan melelahkan. Sebagian memang tidak sepenuhnya setuju dengan penampilan Inul, namun entah datang dari mana tarikan kehidupan, tiba-tiba kita semua hidup penuh dengan goyangan dan goncangan. Mirip sekali dengan goyangan Inul. Atau gerakan-gerakan di awal reformasi yang demikian kuatnya didorong oleh energi kebencian. Dan hasilnya memang serangkaian rezim yang bergoyang dan malah tumbang oleh kebencian. Dengan segala hormat pada Pak Harto, cara orde baru memperlakukan Bung Karno di akhir-akhir hayatnya, dialami dengan derajat yang amat serupa sebagaimana Pak Harto diperlakukan oleh penggantinya.
Fisikawan Fritjof Capra memang layak didengarkan sebagian, terutama konsepnya tentang web of life. Dalam rangkaian jejaring kehidupan, kita semua sudah, sedang dan akan terus mengukir dan melukis. Inul adalah salah satu hasil lukisan kita bersama. Meledaknya bom di sana-sini juga serupa. Demikian juga dengan mesin-mesin ketakutan yang meraung-raung di sana-sini.
Dalam cahaya kejernihan seperti ini, bersedih, berduka, tersentuh oleh korban-korban bom tidak berdaya tentu saja cermin kepekaan kemanusiaan yang layak dihargai. Namun, membiarkan diri larut dalam ketakutan, lebih-lebih memproduksi kebencian dengan bahan bakar ketakutan, tentu saja layak direnungkan kembali. Secara lebih khusus, karena kita bersama-sama sedang melukis dan mengukir kehidupan.
Serupa dengan pelukis, bahan-bahan warna yang tersedia memang sebagian besar kotor. Sehingga tidak tertutup kemungkinan lukisan-lukisan kehidupan dalam jangka pendek juga masih kotor. Kehidupan memang milik banyak sekali orang. Sebagian memang sedang dan akan terus mengotori warna-warna tadi dengan ketakutan, kebencian, balas dendam dan sejenisnya.
Dengan tetap menghargai pilihan-pilihan yang berbeda, serta tidak menempatkan pilihan lain inferior, sedangkan pilihan diri sendiri superior, izinkanlah sebagian kecil jendela kejernihan terbuka. Sebagaimana dituturkan secara apik dalam bentang waktu yang panjang oleh semesta, siang memang ada untuk membukakan pintu bagi sang malam. Api tercipta untuk mengajari manusia tentang sejuknya air. Awan gelap ada sebagai pintu pembuka bagi langit biru yang mengagumkan. Rasa sakit ada untuk menunjukkan indahnya sehat. Kejahatan ada agar manusia bisa melihat kedalaman-kedalaman kebaikan. Inilah bingkai kejernihan. Dalam bingkai-bingkai kejernihan seperti ini, sebenarnya tidak ada yang tidak berguna. Termasuk apa-apa yang oleh sebagian masyarakat diberi judul kejahatan seperti ini, sebenarnya tidak ada yang tidak berguna. Termasuk apa-apa yang oleh sebagian masyarakat diberi judul aman. Dan tanaman terakhir kemudian menghasilkan buah sebagai bahan kelangsungan manusia. Meledaknya bom, bergoyangnya kehidupan, hidupnya mesin kebencian dan ketakutan juga serupa. Sebagian dari kita memang tahu apa yang dibuang dan disapu di hari ini akan menjadi bahan bergizi bagi kehidupan selanjutnya. Bukankah dengan bingkai kejernihan ini, kemudian lukisan kehidupan berumur lebih abadi?

Originally posted 2010-12-19 19:12:58.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *