Ada seorang anak yang memiliki sifat yang jelek, ia suka marah dan
mencaci maki. Ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan
kepadanya bahwa setiap kali ia marah, ia harus memakukan paku ke
belakang pagar.
Hari pertama, anak itu telah memakukan 6 paku ke pagar. Kemudian
beberapa minggu kemudian, sejalan dengan waktu, ia belajar untuk
mengendalikan amarahnya, jumlah paku yang dipaku setiap hari
berangsur-angsur berkurang. Ia menemukan bahwa lebih mudah untuk
mengendalikan amarahnya daripada memaku paku-paku tersebut ke pagar.
Suatu hari, anak laki-laki itu tidak marah sama sekali, ia benar-
benar berhasil untuk mengendalikan amarahnya. Ia menyampaikan berita
ini kepada ayahnya dan ayahnya menyarankan untuk mencabut paku-paku
dari pagar satu-persatu setiap hari apabila ia berhasil mengendalikan
amarahnya.
Hari-hari berlangsung dan anak itu akhirnya bisa mengatakan kepada
ayahnya bahwa paku-paku tersebut sudah dicabutnya semua.
Sang ayah menggandeng tangan anaknya dan mengajaknya ke pagar.
Ayahnya berkata, “Kamu telah berhasil, anakku, tetapi lihat setiap
lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan sama seperti semula lagi.
Ketika kamu marah dan mengatakan sesuatu yang menyakitkan hati orang,
akan ada luka seperti pagar ini. Kamu bisa menusuk orang dengan pisau
dan mencabutnya lagi. Meski kau katakan “Maaf” berulang-ulang kali,
luka itu akan tinggal di situ. Luka yang ditimbulkan oleh kata-kata
dan luka secara fisik sama-sama menimbulkan suatu luka.(SA)

Originally posted 2010-12-27 20:06:36.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *