Terkadang orang hanya dapat melihat bungkus atau topengnya saja, karena mereka tidak dapat membaca maupun mengetahui perasaan dalamnya dari orang tersebut. Misalnya mang Ucup, banyak orang menilai, bahwa saya ini selalu ceria penuh dengan rasa humor, tetapi kenyataanya saya mempunyai masalah yang menghantui, bahkan menggerogoti jiwa saya siang dan malam, ialah Perasaan Bersalah !

Saya merasa bersalah terhadap Ma Anie almarhum, ibunya mang Ucup, karena saya tidak dapat berada bersama dengan dia, pada saat ia membutuhkan saya. Jarak yang memisahkan kami terlalu jauh. Hal inilah yang membuat saya merasa bersalah dan gagal di dalam kehidupan ini. Saya merasa seeperti seorang anak yang tidak berbakti terhadap orang tua. Mungkin Sang Pencipta bisa mengampuni kesalahan saya, tetapi bagaimana saya bisa memperbaiki kesalahan saya terhadap Ma Anie, ia tidak akan bisa balik hidup kembali. Jam waktupun tidak akan bisa diputar balik kembali !
Rasa bersalah = Guilt dalam bahasa Inggris atau Culpa = dalam bahasa Latin maupun Spanyol. Rasa bersalah timbul, karena kita merasa telah menyakiti, mengecewakan maupun membuat duka orang yang kita kasihi misalnya pasangan hidup, anak, orang tua maupun sahabat. Hal lainnya bisa juga timbul, karena telah melanggar norma agama maupun masyarakat misalnya para homoseks. Rasa bersalah bisa menimbulkan rasa malu, ketakutan, putus asa, cemas, kesepian, depresi, bahkan sampai bunuh diri.
Rasa bersalah adalah suatu masalah yang sangat rumit. Hati nurani manusia sering di luar jangkauan psikiater. Dengan segala teknik yang dimilikinya, mereka tidak akan mampu mengukur luka batin, kerusakan nurani manusia ataupun kedalamannya.
Menurut penilaian seorang pakar psikologis Bruce Narramore: Di dalam setiap masalah psikologis yang dihadapi oleh setiap orang secara langsung atau tidak langsung ini selalu berkaitan dengan perasaan rasa bersalah (“Guilt: Where Theology and Psychology Meet”, Journal of Psychology and Theology 2, 1974, pp. 18-25).
Mungkin tidak ada topik persoalan manusia yang mendapatkan perhatian yang begitu banyak, baik oleh para teolog maupun konselor lebih daripada persoalan ini. Hal inilah yang menyebabkan mang Ucup ingin menulis artikel mengenai rasa bersalah.
Dua problem utama umat manusia adalah rasa takut dan cinta. Rasa bersalah seringkali timbul, karena kita takut tidak dihargai maupun dikasihi. Sedang menurut Sigmund Freud mbahnya psikoanalis, rasa bersalah itu timbul karena terjadinya pergumulan antara Sang Aku (Ich ‚ Ego) dengan Hati Nurani sendiri atau dalam bahasa kerennya disebut “Ueber Ich ‚ SuperEgo” karena nurani itu berada diatasnya Sang Aku.
Rasa bersalah seringkali timbul terhadap orang tua maupun anak. Rasa bersalah itu timbul, karena adanya norma didikan budaya dan orang-orang disekitar kita. Dari kecil kita dididik untuk belajar mengenai etika masyarakat, agama maupun rasa tanggung jawab.
Misalnya bagi orang yang soleh lupa berdoa sehari saja sudah dapat menimbulkan rasa bersalah. Begitu juga bagi orang-orang tertentu, lupa hari kelahirannya seseorang pun sudah dapat menimbulkan rasa bersalah. Melalui perasaan rasa bersalah, kita akan merasa lebih peka dan lebih menyadari dapat kesalahan-kesalahan kita, bahkan lebih bertanggung jawab terhadap sesama manusia.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan di Holland, ternyata kaum perempuan dua kali lipat jauh lebih sering merasakan rasa bersalah daripada kaum pria.
Rasa bersalah itu dapat timbul berkali-kali dalam sehari. Misalnya karena datang terlambat, lupa janji, tidak mengerjakan Pe-Er dan lain-lain. Untuk mengurangi rasa bersalah kita, seringkali kita bohong atau mencari 1001 macam alasan
Hanya para psikopat baca Wong Gendheng saja yang tidak memiliki rasa bersalah. Prinsip hidup mereka ialah EGP ‚ Emangnya Gw Pikirin alias Cuek Bebek, karena kulit mereka telah berubah menjadi kulit badak. Hal seperti ini sudah merupakan mental dari kebanyakan pejabat di Indonesia entah itu mengenai kasus Lapindo, banjir ataupun musibah pesawat maupun kapal air. Walaupun sudah ratusan ribu orang menjadi korban entah harta, kesehatan bahkan jiwa mereka. Mereka tetap saja tidak pernah mempunyai rasa bersalah sedikitpun juga. Maklum udah dari sononya mereka itu dilahirkan sebagai psikopat, jadi mau diapain lagi.
Tetapi bagaimana caranya agar kita dapat menyembukan luka batin dan menghilangkan rasa bersalah yang sudah sangat mendalam sekali di dalam hati dan pikiran kita ? Untuk mengetahui ini, bacalah kelanjutannya dari oret-oretan ini.
Mang Ucup
Email: mang.ucup@gmail.com
Homepage: www.mangucup.net

Originally posted 2007-03-22 09:24:49.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *