TUJUH DOSA BESAR

(diringkas dari Principle Centered Leadership, Stephen R. Covey)
Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa ada tujuh hal yang menghancurkan
kita. Ke semuanya berkaitan dengan kondisi sosial dan politik.
Obat penangkal dari setiap “dosa besar” ini adalah suatu standar eksternal
yang eksplisit atau sesuatu yang berdasarkan pada prinsip dan hukum alam,
bukan pada nilai-nilai sosial.
1. Kekayaan tanpa kerja.
Ini mengacu pada praktek mendapatkan sesuatu tanpa modal atau usaha, hanya
memanipulasi pasar, asset, orang dan barang, sehingga anda tidak harus
bekerja atau menghasilkan nilai tambah. Sekarang banyak profesi yang
berkenaan dengan menumpuk kekayaan tanpa bekerja, mengumpulkan banyak uang
tanpa membayar pajak, mengambil keuntungan dari dana-dana pemerintah tanpa
menanggung bagian beban keuangan yang wajar, dan menikmati semua keuntungan
dari status suatu warga negara dan keanggotaan suatu badan hukum tanpa mau
memikul resiko atau tanggung jawab apa pun. Ini semua didasarkan pada suatu
rencana cepat kaya atau spekulasi yang menjanjikan pelakunya dengan
iming-iming, “Anda tidak perlu bekerja untuk menjadi kaya.” Motif emosional
yang utama adalah ketamakan.
Tingkah laku dan norma-norma sosial yang demikian akan menimbulkan distorsi.
Bagaimanapun apabila anda menjauhi hukum alam, maka cara penilaian anda
akan terpengaruh secara negatif. Anda akan mendapatkan ide-ide
yangmenyimpang.
Sering kita ketahui banyak eksekutif yang menceritakan bagaimana mereka
meninggalkan hukum dan prinsip-prinsip alam itu selama beberapa waktu, lalu
mulai secara berlebihan membangun, meminjam uang dan
berspekulasi tanpa benar-benar membaca arus atau memperoleh umpan balik yang
obyektif. Kini mereka menanggung hutang besar. Mungkin mereka harus
bekerja keras hanya untuk bertahan hidup.
Kembalilah ke hal-hal dasar. Tangan kembali ke bajak. Tak perlu ragu untuk
bersikap konservatif, berpegang teguh pada hal-hal yang mendasar, dan lebih
suka tetap kecil namun terbebas dari hutang.
2. Kenikmatan tanpa suara hati.
Pertanyaan utama dari orang yang belum matang, egois, dan suka kenikmatan
adalah, “Apa manfaatnya bagi saya? Apakah ini akan menyenangkan saya?
Apakah ini akan memudahkan saya?” Banyak orang mendambakan kenikmatan namun
mengabaikan suara hati dan tanggung jawab, bahkan mereka melupakan atau
meninggalkan sama sekali keluarganya dengan alasan mengerjakan urusan mereka
sendiri. Mereka menganggapnya sebagai bentuk kemandirian. Tetapi kemandirian
bukan keadaan yang paling dewasa, hanya sebuah posisi di tengah jalan menuju
kondisi kesalingtergantunga n – kondisi yang paling maju dan matang.
Kenikmatan tanpa suara hati merupakan salah satu godaan bagi para eksekutif
saat kini. Banyak orang menganggap dirinya telah sukses lalu merasa bebas
untuk melakukan apa yang diinginkannya. Mereka mencari kenikmatan. Padahal
kenikmatan tanpa suara hati hanya menimbulkan luka dan sakit hati bagi
orang-orang lain.
Suara hati adalah tempat bersemayamnya kebenaran dan prinsip-prinsip abadi
-monitor internal hukum alam. Belajarlah untuk memberi dan menerima, tidak
hidup egois, peka, penuh perhatian.Jika tidak, maka tidak akan ada rasa
tanggung jawab sosial dalam kegiatan-kegiatan kenikmatan kita.
3–Pengetahuan tanpa karakter.
Bagaimanapun berbahayanya pengetahuan yang sempit, jauh masih lebih
berbahaya pengetahuan tanpa karakter yang kuat dan berprinsip. Perkembangan
intelektual yang murni tanpa perkembangan karakter internal yang sepadan
sama halnya dengan menyerahkan mobil sport bertenaga tinggi ke tangan remaja
yang kecanduan obat bius.
Sayangnya ada saja orang yang tak suka dengan pendidikan karakter, karena
mereka menganggap, “Itu adalah urusan sistem nilai anda.” Tetapi anda bisa
mendapatkan seperangkat nilai umum yang disetujui semua orang, bahwa
kebaikan, keadilan, martabat, sumbangsih, dan integritas adalah patut untuk
dipertahankan. Tak seorang pun akan menentang anda dalam hal ini.
Jadi, marilah memulai dengan nilai-nilai yang tidak dapat dipertentangkan
kemudian memasukkan nilai-nilai itu ke dalam sistem pendidikan, pelatihan
dan pengembangan perusahaan kita. Marilah mencapai keseimbangan yang lebih
baik antara perkembangan karakter dan intlektual.
4. Bisnis tanpa moralitas (etika).
Adam Smith, dalam bukunya Moral Sentiments, menjelaskan betapa mendasarnya
dasar moral bagi keberhasilan sistem ekonomi; yaitu bagaimana kita saling
memperlakukan satu sama lain, semangat untuk berbuat baik, melayani, memberi
bantuan. Apabila kita mengabaikan dan membiarkan sistem ekonomi berjalan
tanpa dasar moral serta tanpa pendidikan berkelanjutan, kita akan segera
membentuk masyarakat dan bisnis yang tidak bermoral, kalau bukan asusila.
Bagi Adam Smith, setiap transaksi bisnis merupakan tantangan moral agar
kedua belah pihak memperoleh hasil yang adil. Keadilan dan kemauan baik
dalam bisnis adalah tiang penyangga sistem perdagangan bebas yang disebut
kapitalisme. Sistem ekonomi kita merupakan hasil dari demokrasi
konstitusional dengan pemenuhan hak-hak minoritas juga. Semangat
menang-menang adalah semangat moralitas, semangat saling menguntungkan,
semangat keadilan bagi semua yang terlibat.
5–Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan.
Apabila ilmu pengetahuan semuanya menjadi teknik dan teknologi, ilmu
pengetahuan dengan cepat akan merosot menjadi manusia melawan kemanusiaan.
Teknologi berasal dari paradigma ilmu pengetahuan. Jika hanya sedikit sekali
tujuan kemanusiaan yang ingin dicapai oleh teknologi, maka kita akan menjadi
korban teknologi kita sendiri. Bagaimana pun teknologi harus bersandar pada
dinding yang benar; yaitu kemanusiaan. Bila tidak, maka evolusi atau bahkan
revolusi dalam ilmu pengetahuan takkan atau sedikit sekali membawa pada
kemajuan manusia yang nyata dan berharga.
Satu-satunya hal yang belum berevolusi adalah hukum dan prinsip-prinsip
alam, misal, sebelah utara pada kompas tak pernah berubah. Ilmu pengetahuan
dan teknologi telah mengubah wajah hampir semua yang lain. Tetapi hal yang
mendasar masih tetap berlaku seiring dengan berlalunya waktu.
6–Agama tanpa pengorbanan.
Tanpa pengorbanan kita mungkin aktif dalam kelompok agama namun tidak
hidup beriman. Kelompok agama hanyalah tirai sosial agama belaka. Tidak ada
kerja sama nyata dengan orang-orang, atau berusaha lebih keras lagi, atau
mencoba memecahkan masalah-masalah sosial kita.
Melayani kebutuhan orang lain memerlukan pengorbanan, setidaknya
pengorbanan kesombongan dan prasangka diri kita sendiri. Jika sebuah agama
hanya dilihat sebagai suatu sistem hierarki biasa, pemeluknya tidak akan
memepunyai semangat pelayanan atau semangat ibadah yang mendalam. Sebaliknya
mereka akan memusatkan perhatian pada ritual lahiriyah dan semua
bentuk-bentuk luar agama yang bisa dilihat. Namun, mereka bukan orang-orang
yang berpusat pada TUHAN atau prinsip.
Peimpin-pemimpin tangguh yang bersemangat pengabdian tinggi memiliki
kerendahan hati. Dan, ini adalah tanda-tanda orang yang benar-benar beriman.
Ada banyak CEO yang merupakan pemimpin abdi yang rendah hati, yang
mengorbankan kebanggaan dan membagi kekuasaan mereka.
Mereka memiliki pengaruh baik di dalam dan di luar perusahaan.
Sedihnya banyak orang menginginkan “agama” atau paling tidak berpenampilan
beragama tanpa mau melakukan pengorbanan apa pun. Mereka menginginkan
spiritualitas yang besar namun tak mau berpuasa sedikit pun atau diam-diam
memberikan pelayanan.
7–Politik tanpa prinsip.
Anda lihat banyak politisi menghabiskan banyak uang untuk membangun citra,
meskipun citra itu dangkal, tiada isi, hanya untuk memperoleh suara dan
jabatan.
Bila ini terjadi, maka sistem politik akan bekerja terlepas dari hukum-hukum
alam. Padahal Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat menulis, “Kami percaya
kebenaran-kebenaran ini dengan sendirinya, bahwa Manusia diciptakan setara,
bahwa mereka diberkati oleh Pencipta dengan Hak-hak tertentu yang melekat
pada dirinya, antara lain hak akan kehidupan, kemerdekaan, dan pencarian
kebahagiaan. ”
Kunci bagi masyarakat yang sehat adalah menciptakan kemauan sosial, sistem
nilai, selaras degan prinsip-prinsip yang benar. Apabila tak ada prinsip,
tidak ada yang bisa anda jadikan tempat bergantung. Prinsip adalah kompas
penunjuk arah utara yang sejati. dan indikator bagi landasan tempat kita
membangun sistem nilai. Dan, keduanya berjalan selaras.
Adalah ironi, bila banyak perusahaan mencanangkan pernyataan misi yang
agung, tetapi di jalan raya orang ditodong di siang bolong, atau banyak
orang yang dirampas harga diri, uang, dan jabatannya tanpa melalui proses
yang semestinya.
Dalam film The Ten Commandements, Nabi Musa berkata pada Firaun, “Kami harus
dipimpin oleh hukum ALLAH, tidak olehmu.” Sesungguhnya ia berkata, “Kami
tidak akan diperintah oleh seseorang kecuali jika orang itu merupakan
penjelmaan hukum.”
Di dalam masyarakat dan organisasi-organisa si yang terbaik, hukum alam dan
prinsip-prinsip berlaku – inilah konstitusi – dan bahkan orang-orang puncak
harus tunduk pada prinsip-prinsip itu. Tak seorang pun lebih tinggi dari
hukum.

Originally posted 2011-06-21 14:58:42.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *